Another Universe: “Konstelasi Manusia”

Another Universe: “Konstelasi Manusia”

ilustrasi--

“Manusia itu juga punya pusat edarnya, jadi nggak usah resah, tiap cerita pasti punya porsinya, tiap peristiwa pasti ada luka juga hikmahnya”

>>>***<<<

Kicau burung ribut, di petang yang semakin gelap, gemuru ombak mendebur tanpa jeda. Langit kelam diiringi angin dingin kencang. Tanda badai tak lama lagi akan segera datang. Namun, dua manusia berbeda jenis kelamin itu masih betah berlam – lama duduk diatas batu, menatap pantai hingga ujung yang tak tergapai oleh netra yang buat mereka larut dalam suasana intim yang tak sengaja tercipta. Obrolan yang ada juga tak terasa berat juga tak terasa ringan, namun tepat pada hal yang dituju, atau terlalu tepat. Sebab pembahsan keduanya tak juah – jauh dari hubungan mereka.

“Menurut lo kalo Magenta dan Jeje itu adalah manusia yang nyata, lo bakal serespect apa sama mereka?” Tanya Sang perempuan, rambut panjangnya berkibar seiirng angina berhembus, netranya tampak terang layaknya permata, tersirat banyak makna yang begitu rahasia.

“Sewajarnya aja, kan belum dewasa. Toh, nggak Cuma mareka yang patah hati. Kita – kita ini juga patah hati dengan versi masing – masing, naasnya Magenta kehilangan untuk waktu yang lama.” Jawab Sang lawan bicara.

Sang perempuan terkekeh, “Maksud lo selamanya ya?”

“Nggak juga elah, waktu yang lama itu juga bisa jadi waktu yang singkat. Nggak ada yang larang Magenta buat jatuh cinta lagi, cari tambatan yang baru, rumah yang lebih hangat atau buat seseorang singgah dihatinya. Relativitas, waktu terasa singkat kalo kita suka. Bakal lama kalo kita juga resah, Magenta pilih pelihara lukanya, bukan salah kita kalo dia harus sakit dalam waktu yang lama, sudah diberi pilihan kenapa harus menyusahkan diri.”

Perempuan itu menangguk juga mencebik, “Cowo mah gitu, apa -apa cewenya yang dibilang terlalu baper!”

“itu poinnya, kita cowo itu ada supaya kalian tetap pake akal jatuh cinta!” Lelaki itu menatap serius perempuan yang tengah menyisir rambut dengan jarinya itu, “kalian jatuh cinta tanpa batas, kita yang ngasih batas kalo cinta kalian semua itu nggak bisa dikasih ke kita. Coba lo bayangin seandainya nggak ada cowo yang selingkuh, lo pikir bakal ada cewe -cewe yang mikir fuck of patriarchy sama cewe – cewe yang bakal jadi independent women. Mereka ada karena sebuah lingkup sosial yang mendorong.”

“Lo ngedukung yang jelek ya?”

“Nggaklah…konstelasi. Bintang – bintang beredar dengan seimbang. Salah dan benarnya itu punya porsi masing masing, itu Magenta kalo dilihat dari salahnya. Kalo dari benarnya, menurut lu berapa banyak orang yang belajar kalo perihal cinta itu nggak selalu tentang happy dan kasmaran yang berbunga – Bunga, kalo ternyata jatuh cinta itu lebih banyak luka dibanding suka. Dari Magenta, berapa banya cewe yang bakal percaya kalo yang namanya ‘sejati’ itu masih ada, right?”

“dan lo sendiri belajar apa?” Tanya sang perempuan.

“Gue belajar untuk ngasih rasa percaya nggak lebih dari gue percaya sama diri gue, karena didunia selain sama tuhan gue cuma bisa berharap sama diri gue sendiri. Yang namanya manusia nggak akan pernah lepas dari salah, jadi sebelum gua kecewa yang berat banget, lebih baik bete dikit aja hahaha.” Percakapan itu berakhir dengan iringan tawa dan pukulan pelan…soal pembelajaran dan jalan kehidupan memang susah untuk dirincikan, karena setiap pandangan selalu punya makna masing – masing bukan? (bersambung)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: