Bagian 16: “Tolong Jangan Lupa Kembali”

Bagian 16: “Tolong Jangan Lupa Kembali”

Ari Hardianah Harahap--

Gedoran brutal dari pintu ramahnya nyaris membuat Tata ingin melempar vas bunga di ruang tamunya. Kepalanya pusing sebab tertidur di tengah menangis, tubuhnya sakit dan pegal sebab posisinya yang masih terduduk di lantai ruang tamu, bersandar pada sofa rumahnya. Tata ingin mengabaikan gedoran itu, takutnya oknum tidak bertanggung jawab, tidak masalah jika hartanya yang hilang. Namun, jika nyawanya yang melayang, Tata tidak mau mempertaruhkan kehidupannya yang cuma sekali ini dengan begitu sia – sia.

“Tata,”

Tata melebarkan bola matanya kaget mendengar suara pemuda yang begitu familiar, “Abian?” Bisik Tata pelan, Tata ragu, takut ia hanya berhalusinasi sebab terlalu memikirkan Abian.

“Ta, tolong buka pintunya. Ayo lurusin salah paham tadi, jangan marah lama – lama, Ta.” Itu Abian, tangis Tata pecah. Apa pemuda itu gila? Ini jam setengah dua malam, dan Abian mendatanginya, padahal masih ada esok yang panjang untuk mereka. Tata ingin marah, ingin membiarkan Abian diluar berlama – lama, agar pemuda itu meresa sakit, toh, sakit fisiknya Abian tidak akan sebanding dengan luka yang Abian toreh di hatinya. Tapi, Tata tidak bisa abai, tentang permintaan hatinya yang meronta – ronta untuk memeluk Abian dan mengatakan pada Abian jika ia terluka dan sakit hati, sebab pemuda itu.

Abian mendengar suara tangis Tata samar – samar, ia menghembuskan nafas gusar, “Ta, mau sendirian ya? Gapapa, ambil dulu waktu sendiriannya, kalo butuh apa – apa jangan lupa hubungi aku, pelan – pelan aja, Ta. Maaf soal…” Abian memberi jeda pada kalimatnya, “Maafin soal, perihal Abian yang kurang dewasa.”

Tata berdecih, walau tangisnya tak kalah deras. Abian-nya itu tau sekali perihal kata yang membuat akal rasionalnya kacau. Tata menghentakkan langkah kakinya, dasarnya Tata ini wanita manja, yang kalau ia marah, Sukanya dibujuk diberih hadiah ditimang timang dengan segala rayu, bukan diberi waktu sendiri, memangnya Tata mau apa patah hati sendirian? Menangis sepanjang hari? Tata itu wanita, yang peduli wajah dan matanya, yang ingin cantik, yang ingin dipuji oleh Abian setiap harinya. Ia membuka pintunya, “Kenapa?! Mau ke selingkuhan kamu itu?!” Kesal Tata. Wajahnya merah, kacau dan berantakan. Abian tidak bisa tidak tersenyum melihat Tata mode menggemaskan begini. 

“Apa?!” Bentak Tata lagi, Abian tersenyum maklum sebab kekasihnya yang masih ada dalam lingkar salah paham mereka. Ia bentangkan tangannya, ia peluk Tata-nya, dengan begitu lega dan beribu rasa syukur, sebab di hari itu masih bisa ia temui belahan jiwanya. Tata menangis semakin kencang, isaknya tak ia tahan persis seperti anak kecil lima tahun yang tak sengaja menerbangkan balonnya. Abian tertawa, ia mengusap rambut Tata lembut, berusaha menenangkan Tata yang tengah histeris.

“Cantiknya Abian ini, sesakit itu ya? Abiannya minta maaf ya?” Kata Abian lembut, ia terkekeh, sebab Tata yang masih saja menangis. 

“Kamu pikir dimaki kayak gitu nggak sakit hah?! A-a-ku ditinggal sendirian lagi, udah kayak hiks janda yang diusir sama mertuanya tau?! Ngaku, sebelum kamu sama selingkuhan kamu itu aku jual ke pasar gelap huhuhu!” Tata memprotes Abian, memukul punggung lelaki itu kesal.

“Siapa yang selingkuh Ta? Cuma Mayta Purnama di hati Abian Pratama.” Abain itu terbiasa dengan pribadi dingin, termasuk pada Tata, tetapi malam ini ia seperti kerasukan, clingy benar – benar bukan dirinya.

“Iya, terselip Mozanda Anggita kan?!” Tangis Tata tidak lagi sederas itu, terisasa segegukan dan beberapa air mata yang masih sedikit tumpah – tumpah di pipi tirusnya. 

“Kalo bisa dua kenapa harus satu, biar ramai rumah kita nanti, soalnya Tata di madu!” Goda Abian, dalam hatinya beramit – amit jangan sampai, cukup satu, cukup Tata, untuk hari ini, esok dan selamanya, hingga mereka menua dan tak lagi mampu melangkah.

Tata tidak bisa tidak berang, “Sialan! Habis lo sama gue Abian Pratama!” Kesal Tata, Abian tertawa terbahak, ditengah dua malam, lelapnya tidur orang – orang dan sepinya sekitar jadi saksi dua insan yang belajar perihal dewasa dalam cinta, tentanf fase duka – dan suka yang ada. Hari itu, biar mereka menikmati rasa yang campur aduk, marah kemudia tertawa, tangis kemudian kecewa, patah kemudian bahagia, bicara perihal cinta pada insan muda selalu ada – ada saja, sebab buta akan eksistansi lain sebab eufiria merah jambu yang tercipta. Contohnya Abian, yang pinta Tatanya untuk tidak menjarah hatinya lebih banyak lagi. Tata – Tata, jadi manusia jangan terlalu lucu, Abian jadi gemas pengen ‘HAP’ (bersambung)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: