Bagian 2: “Gantungan Kunci a.k.a PDKT kah?”

Bagian 2: “Gantungan Kunci a.k.a PDKT kah?”

Ari Hardianah Harahap--

“Stop cintai wanita dengan kata, beri ia uang dan kepastian kaya raya, Hermes, Gucci dan Prada dijamin anda masih manusia, yakali kekasih hatinya…ngarepp”

-Tata, alias kaum milenialis anti galau lelaki-

 

>>>***<<<

 

Tata lupa kapan tepatnya perasaan romansa ini timbul untuk Abian? Apa sejak Tata menjuluki Abian sebagai pangeran buangan, atau pada intensitas pertemuan mereka yang membuat Tata terus emosi pada reaksi super lempeng dan menyebalkan Abian, Tata lupa, tapi yang pasti rasa itu terus ada dan berkembang subur dalam hatinya. Tata bingung, kali ini perihal Abian, apa yang laki – laki itu lakukan hingga Tata tanpa sadar telah jatuh hati. Jika dulu mantannya menawarkan sebuah pelukan hangat dan tempat cerita yang nyaman, Abian tidak, bahkan rasanya terlalu mustahil. Dulu menawarkan harta dan kehidupan mewah, menjadikan Tata si kekasih manja penuh Gucci, Louis, dan Prada. Abian tidak, bahkan hadiah satu – satunya yang Tata terima dari Abian itu gantungan kunci karakter Sushi marah, hasil memungut di depan restoran Sushi.

 

“Lo suka banget ya nongkrong disini? Gue bete tiap kesini harus ada lo?” Kesal Tata, ia menghempaskan bokongnya ke kekursi taman tepat di sebelah Abian. “Wajar sih, disini bulan selalu keliatan cantik, wajar kalo semua orang suka, termasuk lo.” Selalu seperti ini, Tata yang terus mengoceh dan Bian yang hanya diam saja, seolah tidak menanggapi kehadiran Tata di sampingnya. Sejak pertemuan tidak sengaja di tong sampah itu, Tata menjadi lebih sering melihat Bian sendirian, diam termenung. Awalnya, Tata berusaha tak peduli, tetapi kemudian, entah mengapa ia malah melangkahkan kakinya, duduk dengan santai dan menjadi wanita ceriwis yang begitu menggagu malam damai milik Abian.

 

Selain tong sampah dan taman, Tata hanya sekali bertemu Abian, tiga bulan lalu di perusahaan utama kantornya. Abian sang direktur keuangan dan Tata si pegawai biasa di bagian redaksi dan media. Ternyata insting Tata dalam menemukan laki – laki dengan bau rupiah masih berjalan dengan baik.

 

Tata tidak tau apa yang habis ia makan malam itu, hingga berani menyandarkan tubunya yang berbau keringat itu di bahu Abian. Matanya terpejam, “Abian, lo nggak boleh korupsi. Gue tau berurusan dengan duit itu susah, pasti banyak godaannya. Contohnya gue, pengen beli tas Hermes tapi duit nggak ada. Apa gue tilep aja ya duit si Adin bener – bener, biar nggak jadi fitnah doang.” Tata terkekeh, mati – matian menahan tangisnya, harinya buruk, di dalam tasnya ada rematan surat pemecetan, perihal salah yang tak pernah ia lakukan tapi ia dipojokkan habis – habisan. Bahkan ia tak sempat menjelaskan, walau hanya sepatah dua patah kata. Kepalanya pusing, ingin berteriak, tapi apa daya tenaganya lebih dulu habis untuk menekan segala resah dan tekanan dalam dirinya.

 

“Berapa?” Abian bertanya, Tata tertawa pelan, sekian banyak cerita yang ia mengalir darinya dalam tiga bulan terkahir, pemuda ini hanya tertarik perihal gosip dan uang, atau turut berbahagia untuk nasib naasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: