PMA 68/2015: Perspektif Historis, Normatif dan Empiris

PMA 68/2015: Perspektif Historis, Normatif dan Empiris

Prof. Dr. Suaidi, MA., PhD--

Oleh: Prof. Dr. Suaidi, MA., PhD*

PERATURAN Menteri Agama RI Nomor 68 tahun 2015 (PMA 68/2015) tentang pengngangkatan dan pemberhentian Rektor/Ketua pada Perguruan Tinggi Keagamaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah kembali hangat dibicarakan publik. Pembicaraan ini terus berkembang dan mengundang tidak hanya perdebatan, tetapi juga berbagai perspektif.

Perdebatan dan ragam perspektif ini mengingatkan kita pada sebuah kisah jadul tentang seorang ayah, anaknya yang masih muda dan seekor keledai saat melewati halayak ramah di sejumlah desa. Seolah tidak ada yang betul yang dilakukan keduanya. 

Cerita ini mengisahkan bahwa pilihan kedua ayah dan anak ini selalu salah di mata masyarakat yang mereka jumpai. Jika anaknya yang menaiki keledai maka masyarakat akan menghardiknya sebagai anak yang “kurang ajar” dan tidak menghormati sang ayah yang berjalan kaki.

Sebaliknya, jika ayahnya yang menaiki keledai tersebut maka orang-orang akan mengatakan sang ayah adalah sosok yang tidak punya kasih sayang. Bahkan, jika mereka memilih untuk berjalan kaki, kedua ayah dan anak akan tetap disalahkan: alangkah bodohnya kedua beranak ini, susah-susah berjalan kaki sementera keledainya dibiarkan berjalan tanpa beban.

Petikan cerita ini mengajarkan kita bahwa yang salah bukanlah apa yang dipilih oleh kedua bapak dan anak ini namun lebih kepada bagaimana pilihan mereka dilihat. Sebenarnya, masyarakat yang mereka jumpai di sepanjang jalan bisa berpendapat sebaliknya.

Misalnya, “alangkah sopan dan hormatnya sang anak dengan ayahnya, biarlah dia berjalan kaki asal ayahnya tidak kelelahan dan keledainya bisa bermanfaat. Atau sebaliknya dan seterusnya. Atau ayah dan anak ini cukup menjawab ringkas, “masing-masing kami sudah mendapat giliran untuk menaiki keledai ini, mulai dari kampung kami kemarin”, meskipun yang melihatnya perspektif negatif tetap saja yang salah kedua ayah dan anak tadi.

Dari sini kita dapat memetik sebuah pelajaran tentang pentingnya memahami latar-belakang sesuatu guna menghindari kesimpulan yang gegabah dan salah. Kembali pada pembicaraan tentang PMA 68/2015 yang sedang mengemuka, pelajaran tentang konteks, perspektif historis dan pengalaman empiris, yang mengitari keluarnya PMA tersebut mungkin bisa berarti untuk disimak.

Historis

Kehadiran PMA 68/2015 itu adalah atas dasar evaluasi dari sejumlah pengalaman di PKTIN yang gagal atau tidak sukses konsolidasi pasca pemilihan rektor oleh senat langsung, one man one vote atau yang melibatkan mahasiswa dan unsur lain sesuai PMA sebelumnya.

Sejumlah PTKIN disibukkan mengurusi kemelut sehingga tidak sempat fokus untuk melaksanakan visi, misi atau programnya. Sebagiannya disibukkan secara sengaja oleh pihak yang kebetulan tidak mendapat suara lebih banyak. Sebagiannya berlarut sampai akhir masa jabatan rektor terpilih berikutnya. Lembaga perguruan tinggi dikorbankan meskipun hasil dari proses yang sangat demokratis one man one vote. (*)

*) Penulis Guru Besar dan Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: