All of Us Fall in Love

 All of Us Fall in Love

Ari Hardianah Harahap--

“Jatuh cinta itu bahagia, kalo jatuhnya di hati yang tepat”

>>>***<<<

Ada catatan yang menulis bahwa diusia 16 tahun, rata – rata manusia menemukan cinta sejatinya. Di umur 17 tahun, semua orang pasti akan merasakan jatuh cinta dan panah asrama. Dan di usia 18 tahun adalah masanya untuk terus berkubang dalam nikmatnya drama asmaraloka, ramah tamah cinta sebelum menginjak lelahnya dewasa. Namun, bagi Arisa itu mustahil untuknya, bahkan di tengah stressnya ia menjadi mahasiswa semester 5 yang akan segera berkutat dengan skripshit, Arisa masih dengan gelar kebanggaannya, ‘Pacar Si Dua Dimensi’ tiada hari tanpa halu bersama cowo buatan agensi dan karakter fiksi.


yamaha--

“Mau nikah aja deh gue, capek kuliah, lama banget mau wisuda!” Keluh Arisa dengan setumpuk makalah yang menjadi alasnya berbaring. Rambutnya berantakan dan terasa lepek, keringat membahasahi kaos abu – abunya membentuk pulau yang tercetak jelas dipunggungnya. Nafasnya terengah – engah. Arisa memejamkan matanya sesaat hingga sebuah selimut menimpa tubuhnya kasar.

“Lo kalo mau pamer body tau tempat dikit, ini sekre hima bukan buat open BO!” Sadap berbicara sinis dengan mata melotot yang hanya digubris dengan kibasan tangan oleh Arisa, Sadap Al-Hakim. Entah apa rencana tuhan pada Arisa sehingga membuat ia terus terjebak pada manusia berambut kribo seperti Sadap sejak SMP hingga berkuliah di sebuah universitas Yogyakarta. Jurusan yang sama pula, ilmu komunikasi.

Please, control your mouth! Begini – begini gue masih ingat tuhan ya! Sadap Sialan!”

Sadap mengangkat kedua bahunya acah, “Nggak peduli dan nggak mau tahu. Mati juga nggak sekuburan, urus dosanya masing – masing lah!”

Sadap just being Sadap. Apa yang bisa Arisa harapkan dari manusia menyebalkan yang terus menjadi lawan debatnya itu selain kata – kata nyelekit, tampang yang sok-cool dan sebuah kejametan hakiki yang tertutupi dengan imej ‘Si Paling Primadona’. Andai saja bisa, Arisa sangat ingin menyebarkan foto lawas Sadap dengan rambut ayam warna – warninya. Sayangnya, Arisa tidak se-nekad itu. Jika Arisa gila, maka Sadap overcrazy, balas dendamnya selalu totalitas. Buat Arisa selalu spot jantung dan ketar ketir setelahnya.

“Widiw, udah ngumpul aja si bapak ketu dan ibu sekre!”

Satu lagi tokoh antagonis yang ingin Arisa lenyapkan dari kehidupannya datang menyambangi dirinya, Sundra Anjaya. Laki – laki pecicilan dengan seribu tingkah ajaibnya, playboy kelas kakap dengan pikiran kolotnya, dan si paling Waketu katanya. Ada beberapa kali, Arisa menyimpan dendam pada Sundra yang menyebabkan alih – alih memanggil Sundra seperti teman – teman yang lainnya, Arisa memanggilnya dengan sebutan ‘Asu’ bahkan nickname Sundra di kontak ponsel Arisa tertulis Asu dengan huruf kapital.

“Jangan rese, gue lagi capek!” Peringat Arisa. Sundra tampak kecewa, tapi tak urung ia terkekeh. Arisa selalu tepat membaca geraknya. Sundra mencoba sedikit pengertian pada Arisa, diantara banyaknya teman dan anggota organisasi, hanya Arisa yang tidak pernah kapok pada setiap kejahilan yang ia lakukan. Perempuan seperti Arisa itu langka, sebab tawanya bisa dimana saja dan candanya tak perlu banyak aturannya.

Sundra menatap Sadap yang sibuk hilir mudik dengan berkas – berkas yang ia yakin merupakan LPJ proker setiap divisi, mengingat demisioner sebentar lagi. Sundra turut membaringkan dirinya di samping Arisa, menatap langit – langit dengan cat putih. Ia sempatkan untuk memutar playlist miliknya, lagu denan judul ‘18’ milik One Direction menjadi backsound mengiri kegiatan ketiganya.

Arisa tertawa pelan menatap Sundra, sudah Arisa katakan, Sundra itu aneh, tingkahnya selalu buat Arisa geleng – geleng kepala. Diantara banyaknya lagu, mengapa harus lagu dengan alunan jazz dengan sedikit sentuhan mellow itu yang ia putar di siang hari, saat panas matahari menyengat tanpa ampun. Keduanya mengunci tatapan satu sama lain, bertatapan dengan durasi yang lebih lama dari biasanya.

“I have loved you since we were 18”

Sundra menyanyikan salah satu liriknya, “Gue penasaran siapa yang jadi partner drama picisian lo di umur segitu?” Tanya Sundra tiba – tiba.

Arisa tertawa kencang, “Nothing,” Jawab Arisa cepat, “Seandainya ada gua akan melepas gelar gue sebagai pacar si dua demensi sekarang.” Lanjut Arisa.

“Sadap?”

“Menurut lo, cowo bucin kayak dia bisa apa, selain….” Arisa mengangtungkan kalimatnya, “Ya apalagi kalo tidak bucin dengan Sandra sang dewi HIMAKOM!” lanjut keduanya kompak, kemudian tertawa. Memberi atensi pada Sadap yang kini tengah adu mesra bersama kekasihnya, Sandra Cantika, sesuai dengan namanya, si primadona mahasiswa. Satu persatu anggota HIMA mulai berkumpul, tak heran jika Sandra, yang notabenya kekasih Sadap juga ada, karena ia merupakan anggota HIMA.

“Jangan rese!” Ancam Sadap yang dibalas dengan wajah meremahkan oleh Arisa dan Sundra. Sandra tertawa, turut menggoda balik Arisa dan Sundra yang sejak awal sangat akrab, namun terjebak dengan zona ‘hanya teman dekat’.

Loh, yang disana diliat – liat juga makin dekat, tapi kok nggak ada kabar udah lebih dari teman dekat ya?”

Sudah jadi rahasia umum, Sundra tidak sembarang menjahili Arisa dengan sesukanya, selalu ada rasa yang ia taruh untuk menarik perhatian sang pujaan hati dan jiwa raganya. Namun, Arisa yang kelewat tidak peka atau usaha Sundra yang masih belum ada apa - apanya, keduanya bertahan di tempat yang sama. Arisa dan teka - teki hatinya, serta Sundra dan dugaannya, tepatnya, cinta bertepuk sebelah tangannya.

“Yang disana jangan rese tolong!” Sundra memberengut, sebab respon Arisa akan selalu memberi kecewa padanya, walau tidak dalam tapi cukup membuat dirinya merasa nyes – nyes ser.

“Lo deket sama siapa Su? Kok gue nggak tahu!” Tanya Arisa kaget, yang dibalas Sundra dengan dengusan.

“Gue deket sama lo Maemunah, kurang jelas apalagi coba! Pikir deh! Greget gue!” Batin Sundra. Namun, mulutnya tak terlampau berani untuk mengatakannya langsung, “Kepoo aja lo!” Balas Sundra yang dibalas tepukan punggung kuat oleh Arisa.

“Jauh – jauh lo sana kadal buaya!” kesal Arisa mendorong Sundra dengan kedua kakinya.

“Jadi yang benernya gue ini kadal atau buaya?” Tanya Sundra random.

“SINTING!” Maki Arisa yang membuat Sundra tertawa keras.

“Entar kalo jauh, lo rindu, gue jadi repot!” Balas Sundra sekenannya, memejamkan matanya, bersiap memeluk Arisa yang juga masih dengan posisi tidurannya di lantai.

“IDIH NAJIS!” Bantah Arisa tidak terima, menendang Sundra lebih kuat hingga tercipta jarak diantara mereka.

“Love you too!” Kata Sundra menjadi penutup adu mulut mereka, dengan helaan nafas kasar dan panjang oleh Arisa.

Arisa menatap Sundra yang kini tenang dengan mata terpejamnnya, Sundra itu tampan juga cerdas. Siapa yang tidak mengenal Sundra, laki – laki pencandu permen Nano – Nano dengan IPK yang selalu mendekati sempurna itu tidak kalah primadona dari Sadap. Tidak seperti Sadap, Sundra selalu risih dengan atensi yang terlalu banyak untuk dirinya, itulah mengapa Sundra sering terlihat sendirian padahal nyatanya tidak.

Arisa suka Sundra, tingkah jahilnya, candaanya selalu saja bawa bahagia. Hanya saja ia tidak cinta. Arisa peka, tetapi ia tidak mungkin mengaku. Sebab, hatinya masih penuh pada cinta yang telah lalu. Dan tepat disaat yang bersamaan pemikiran masing – masing mereka, lagu Fabhio Asher dengan judul Bertahan terluka terputar.

Andaikan kau tahu. Rasa sayangku melebihi rasa sakit ini. Mungkin kau takkan pernah menyangka. Mengapa ku tetap di sini?

Sundra sabar – sabar ya, buat Arisa cinta, namanya juga mencari yang istimewa, menggapainya jelas tidak mudah. (bersambung)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: