Bagian 8: “Kita di Rasa yang Terlalu Sama dan Abu-Abu”

Bagian 8: “Kita di Rasa yang Terlalu Sama dan Abu-Abu”

Ary--

Entah mengapa, Arya memutuskan dengan sangat tiba – tiba bahwa ia harus pulang ke Jakarta saat ini juga. Bandung memang menyenangkan, tapi Jakarta memeliki lebih banyak kenangan. Di saat adzan masih menggema dan berkumandang, Arya bersama Zona terjebak diantara kerumunan manusia yang kini mulai sepi, satu persatu dari mereka hanya meninggalkan jejak kaki dan hela nafas satu sama lain.

“Ini polaroid om, makasih udah bantuin saya malam ini.” Zona menjadi orang pertama yang membuka percakapan diantara suasana dingin yang membelenggu mereka, Arya menatap dua polaroid yang Zona serahkan, kemudian tersenyum dingin.

“Jaga sampai saya pulang,” empat kata yang dilontarkan oleh Arya membuat Zona mengernyit bingung, Arya mulai melangkah pasti meninggalkan Zona sendirian kini. Tidak ada kata pisah yang layak, tidak ada air mata ataupun tawa, rasanya semuanya seperti hampa, sebiasanya Zona kembali pada kesehariannya.

“Saya mau nangis, tapi air mata saya nggak mau keluar. Saya mau ketawa, tapi sumpah nggak ada yang lucu diantara kita.” Bisik Zona, menatap punggung Arya dengan kopernya yang semakin menghilang dari pandangannya. Polaroid itu tidak diambil oleh Arya, ia biarkan Zona mengambilnya, meninggalkan banyak spekulasi di pikiran perempuan dengan kuncir kuda itu.

Zona tidak beranjak sejak kepergian Arya, ia biarkan pikirannya melang – lang buana kemanapun muara mengajaknya, tidak ada tujuan, benar – benar hampa. Berkali – kali Zona menatap bandara yang semakin ramai tempat itu semakin ia rasa sepi menyekapnya erat, seolah mengatakannya padanya, bahwa satu – satunya yang dapat memeluknya kini hanya rasa sepi itu.

Di tempat lain, diantara kursi – kursi penumpang yang semakin terisi setiap jarum detik silih berganti, Arya merenungkan sebuah umpama tanpa kata, rasanya terlalu abu – abu untuk mengatakan bahwa ia tidak rela, padahal tidak ada rasa yang singgah di dalam hatinya, lalu dilain waktu, ia merasa sangat lega juga kecewa, sebab ada rasa janggal yang ia tinggalakn, teruntuk siapa dan entah oleh siapa, Arya tidak tahu sang gerangan.

“Kapan kembali?”

Pertanyaan itu masih menggantung di benak Arya, nanti jika ia kembali ia akan kembali sebagai apa, masih dengan dua orang asing yang tak sengaja bersinggungan dan menciptakan sebuah narasi tentang hubungan betapa pertemuan kedunya begitu unik, atau ia akan kembali sebagai ia yang ditunggu selama ini.

Arya bingung, tapi lagi – lagi bingung itu entah untuk apa. Pertanyaan kesekian yang tak pernah Arya dapat jawabannya. (bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: