>

Rumus Kebanyakan Gaya

Rumus Kebanyakan Gaya

--

Contoh-contoh dalam skala lebih kecil banyak beredar.

Saya ingin ambil contoh sebuah komunitas sepeda. Pemrakarsanya memiliki ide brilian untuk membuat komunitas tersebut. Menjual jersey yang kemudian laris manis di berbagai penjuru Indonesia. Apalagi di era pandemi, di mana fenomena bersepeda booming luar biasa.

Dia mendapatkan pemasukan dari penjualan jersey, sekaligus ketenaran. Dia juga membawa berkah untuk pembuat jersey. Seharusnya.

Beberapa bulan, tagihan pembuatan jersey tidak dibayar. Nilainya makin lama makin besar, seiring dengan semakin banyaknya jersey yang diproduksi dan dijual. Ketika ditanya, masih belum ada duitnya katanya. Walau seharusnya ada, karena jersey itu kan dijual, dan itu ada transaksi uangnya.

Karena masih ada ikatan pertemanan, urusan penagihan ini pun agak longgar.

Tapi kemudian, tiba-tiba dia dan pasangannya beli dua sepeda baru yang sangat mewah, yang harganya bunyi "ratus-ratus."

Ya sudah, teman atau bukan, ya harus ditegasi. Ini namanya mengorbankan teman demi tampil gaya.

Mungkin, mereka itu terbebani ekspektasi orang-orang di komunitasnya, bahwa mereka pun harus selalu tampil keren. Dengan sepeda termutakhir, merek mewah, dengan komponen mahal.

Dan yang seperti itu cukup banyak di era pandemi ini. Teman-teman saya di Jakarta cerita, banyak yang rela cari pinjaman untuk membeli sepeda termahal, jersey termahal, demi bisa "eksis" bersama yang lain. Bahkan ada juga yang sampai menggelapkan uang demi eksistensi tersebut.

Teman-teman sepeda "lawas" di sekitar saya banyak yang tertawa melihat fenomena ini. Sampai ada teman sangat senior, mantan kepala sekolah, yang menyampaikan kalau fenomena ini ada kemiripan dengan sebuah rumus fisika.

Saya sangat tidak suka pelajaran fisika waktu sekolah, jadi saya tidak paham betul rumusnya. Yang disampaikan kira-kira adalah rumus P=F/A. Nah, (P) adalah gaya per satuan luas. (F) adalah gaya dan (A) adalah luas permukaan.

Entah itu benar-benar pas atau tidak. Tapi, dalam konteks tulisan ini, dan gurauan kami, rumus itu kira-kira bunyinya "Keakehan (kebanyakan) gaya berarti tekanan makin besar." Dan tekanan itu mengakibatkan kita berbuat hal-hal yang tidak semestinya/selayaknya.

Mohon maaf kalau tidak sepenuhnya akurat. Tapi lucu juga bukan?

Sekali lagi, if it's too good to be true, then it is not true. Dalam konteks sepeda ini, kalau melihat seseorang bersepeda dan dandanannya "cyclist banget," maka itu justru berarti mereka belum tentu "cyclist beneran"!

Dan dalam konteks menjaga diri sendiri, agar tidak bablas ke tempat yang tidak semestinya, tentu kita setiap hari juga harus selalu bertanya pada diri sendiri: Apakah kita ini too good to be true? (Azrul Ananda)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: