Kemitraan PT.IKU Disoal
MUARABULIAN – Perjanjian kerjasama antara PT.Indo Kebun Unggul (IKU) dalam rangka pengelolaan proyek perkebunan kelapa sawit dengan pola anak bapak angkat (ABA) di Desa Muara Singoan, Kecamatan Muarabulian, menuai protes. Pasalnya, sebanyak 580 warga yang telah menyerahkan tanah untuk dijadikan mitra kerjasama PT. IKU tidak pernah menikmati hasil.
Ketua penyelesaian sengketa lahan milik warga Desa Malapari Farori mengatakan sejak tahun 2007 lalu, masyarakat belum pernah menikmati hasil kerjasama pola kemitraan dengan PT.IKU. Padahal lahan masyayakat sudah digarap oleh PT.IKU, maka dari sini dap[at diketahui bahwa PT.IKU telah melanggar kesepakatan.
Pada 25 September 1995, warga Desa Muara Singoan, Desa Olak, Desa Aro Dan Desa Sungai Baung telah membuat surat perjanjian kerjasama dengan PT.IKU. Bahkan, empat desa itu telah menyerahkan lahan lengkap dengan surat keterangan tanah (SKT) kepada PT. IKU. Jumlah SKT yang diserahkan tidak sama, Desa Muara Singoan sebanyak 264 lembar, Desa Olak sebanyak 200 lembar, Desa Aro sebanyak 154 lembar dan Desa Sungai baung sebanyak 300 lembar. ‘’Dari 200 lembar SKT yang diserahkan Desa Olak, 171 hektar lahan di dalamnya merupakan milik warga Desa Malapari. Anehnya, warga desa Malapari tidak pernah menikmati hasil kerjasama ini,’’ jelasnya Farori.
Bukan warga Desa Malapari saja lanjut Farori, yang belum memperoleh hak atas kerjasama pola kemitraan 70 untuk petani dan 30 untuk perusahaan. Hasil pendataannya dilapangan, Jumlah warga yang belum mendapatkan haknya sebanyak 580 orang. ‘’Mereka semua sudah menyerahkan SKT, tapi tidak pernah mendapat haknya. Saya memiliki data lengkap atas orang-orang ini,’’ katanya.
Fahrori menduga KUD Sinartani yang dibentuk petani sebagai mitra PT.IKU sama-sama bermain dengan pihak perusahaan. Terbukti hasil penjualan TBS yang diserahkan KUD kepada warga hanya sebesar Rp.350 ribu pertahun, bahkan ada petani yang hanya menerima Rp.160 ribu dalam setengah tahun. Hasil penyelidikan, tiap bulan pihak perusahaan menyetor dana ke KUD sebesar Rp 371 juta dari hasil penjualan TBS. Tapi, pihak KUD hanya menyalurkan Rp.350 ribu, dan itupun pertahun.
Indikasi tersebut sudah cukup membuktikan bahwa KUD Sinartani tidak berpihak kepada petani. KUD yang seharusnya memperjuangkan hak petani malah sebaliknya. ‘’Kan ngak masuk, masa dana hasil penjualan TBS yang diterima petani sekecil itu. Coba bayangkan, saat ini untuk dua hektar lahan sawit, kita bisa mendapat hasil Rp.5 juta,’’ jelasnya.
Kelompok Warga Desa Malapari sendiri beberapa waktu lalu telah mengadukan nasibnya ke Komisi II DPRD Batanghari. Jafar, selaku komisi II waktu itu berjanji akan segera memanggil pihak-pihak terkait untuk hearing di DPRD Batanghari. Sayangnya sampai sekarang janji dewan itu tidak terbukti, ketua komisi II tidak pernah menindaklajuti laporan dari masyarakat tersebut.
Persoalan yang melilit PT.IKU memang sudah sangat kronis. Tidak hanya kelompok Desa Malapari saja yang menuntut hak terhadap PT.IKU, warga Suku Anak Dalam beberapa kali datang ke Pemda Batanghari menuntut hak atas tanah yang kini dikuasai PT.IKU.
(kar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: