Boss, Friend, Bro !
Oleh Hermawan Kartajaya
Saat Coca-Cola menjadi sponsor utama show DJ Tiesto beberapa waktu silam di Ancol, Jakarta, saya datang untuk ikut menikmati sekaligus melihat pengenalan produk baru Coca-Cola Zero. Lebih dari dua puluh ribu orang yang hadir benar-benar bukan hanya enjoy dengan musik-musik remix Tiesto, tapi juga being connected dengan Tiesto.
Walau Tiesto terlihat sangat di tengah lapangan, di antara orang berdiri dan bergoyang, koneksi itu kelihatan nyata. Diharapkan orang muda-muda atau siapa pun yang berjiwa akan connected ke brand Coca-Cola Zero. Sebuah brand memang bisa di-connect-kan dengan customer lewat media apa pun. Design, art, sport, celebrity, event, dan sebagainya.
Ada tiga tingkat connectivity, yaitu intellectual, experiential, dan social. Hubungan intellectual biasanya terjadi berdasar cost-benefit. Di sini, customer belum jadi friend yang sesungguhnya. Sebab, dia masih sering disebut valued customer \"yang berarti pelanggan yang bernilai. Jadi, kalau sudah tidak bernilai, sudah tidak perlu connect lagi.
Tahap kedua, experiential connect. Terjadi karena ada pengalaman pribadi customer ketika memesan, membeli, menggunakan, menyervis, bahkan menjual produk atau jasanya. Terjadi jalinan yang lebih mendalam karena telah mengalami sendiri. Emosinya terlibat. Karena itu, tingkat connect-nya sudah lebih dalam. Suka menceritakan suatu brand kepada orang lain bukan karena dibayar, melainkan karena suka, bahkan bangga.
Ketiga, social. Itu bisa terjadi apabila brand tersebut sudah bisa meng-connect-kan seorang customer dengan customer lain sehingga terjadilah multi-connect di sekitar brand.
Contoh klasik paling nyata adalah Harley-Davidson. Social connect itu terjadi mulai staf manajemen sampai para teknisi Harley-Davidson dengan customer. Juga antara customer dan customer lain. Bahkan, di antara mereka sendiri, sudah terjadi saling bantu dan memberi informasi tentang Harley-Davidson.
Sering penyelesaian masalah salah seorang customer bisa dibantu oleh customer lain tanpa melibatkan manajemen Harley-Davidson. Tingkat connect itu sudah demikian mendalam, sampai mereka pun saling memanggil \"Bro\"! Dan itu bukan sekadar ucapan di mulut. Sudah biasa aja kalau di suatu touring ada seorang anggota yang mengalami kecelakaan, tur pun berhenti dan semuanya ikut menolong.
Bagaimanapun off-line experience, apalagi off-line social, amat sangat efektif. Karena itu, kombinasikanlah online dan off-line. Anda memang harus menggunakan media apa pun untuk memulai suatu connectivity guna mendapatkan database. Tapi, harus dilanjutkan ke tingkat dua dan tiga.Customer sekarang bukan hanya minta dipanggil Boss atau Friend, malah ada yang ingin dipanggil Bro! Maka, jangan heran kalau ada beberapa Bro yang sampai mau menahan sakit karena menato diri dengan logo Harley-Davidson secara sukarela, bahkan bangga. Itulah kedahsyatan sebuah jalinan social. Dan itu bisa dilakukan secara berbarengan online dan off-line. Bagaimana pendapat Anda?
(*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: