Lagi, Tinggi Jembatan Sabak Disorot
Empat Kali Ditabrak Ponton
JAMBI - Ketinggian jembatan Muarasabak, kembali disorot. Kali ini, sorotan itu disampaikan oleh Suwarno Surinta, mantan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi. Kepada koran ini, kemarin, Suwarno mengatakan, jembatan itu telah mengangkangi rekomendasi dari Dirjen Perhubungan Laut pada PP No 5 tahun 2010 tentang kenavigasian pasal 92.
Seharusnya, katanya, ketinggian jembatan 18 meter dari air pasang tertinggi. Nyatanya, pembangunan jembatan itu hanya 12 meter dari air pasang tertinggi. Akibat kurangnya volume ketinggian itu, kapal layar dan tangker minyak tidak bisa lewat.
‘’Kita minta agar Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menunda peresmian jembatan itu yang direncanakan tanggal 12 Oktober ini,’’ ujarnya.
Jembatan itu dibangun di atas Sungai Batanghari dan menghubungkan dua kecamatan, yakni Muarasabak Barat dan Muarasabak Timur. Jembatan dengan panjang 800 meter dan lebar 9 meter itu memakai anggaran APBD Tanjungjabung Timur, Provinsi Jambi dan APBN senilai Rp 220 miliar (M).
Pembangunan jembatan itu, tujuannya antara lain untuk membuka keterisolasian di kawasan timur Provinsi Jambi. Sehingga upaya mewujudkan kawasan itu sebagai salah satu zona ekonomi khusus bagi Provinsi Jambi akan dapat terwujud
Dikonfirmasi terpisah, Kadis Pekerjaan Umum (PU) Tanjab Timur mengatakan pembangunan ketinggian jembatan Muara Sabak terlebih dahulu pemkab Tanjab Timur sudah meminta petunjuk ke Kejagung. \"Dokumen DED sudah kami siapkan dari 2008. 2009 DED sudah jadi dengan batasan anggaran yang dimiliki,\" ujarnya kemarin (01/10).
Menurutnya, rekomendasi yang diberikan Dirjen Perhubungan Laut (Hubla), bukanlah merupakan suatu surat keputusan yang bersifat final. Apalagi pemkab Tanjab Timur sebelum menentukan tinggi jembatan Muara Sabak 12 meter, telah berkoordinasi dengan pemprov Jambi dan pemerintah pusat. \"Tapi tidak ada tanggapan yang positif untuk melakukan pertimbangan ketinggian jembatan,\" katanya.
Dijelaskannya, karena penambahan tinggi jembatan berdampak kepada biaya tambahan pembangunan jembatan. Biaya tambahan pun tidak mendapat dukungan. \"Kami cari solusi, ada surat edaran yang dari Hubla kami langsung minta petunjuk ke Kejagung, mana yang dipedomani,\" jelasnya.
Rekomendasi surat dari Hubla, lanjutnya, tidak terlalu kuat. Apalagi pemkab Tanjab Timur telah membuat peraturan daerah (perda) jembatan Muara Sabak. \"Karena setelah dibuat perda bisa disanggah dengan waktu enam bulan setelah dibuatnya perda. Tapi setelah enam bulan tidak ada koreksi,\" paparnya.
Selain itu menurutnya pemkab Tanjab Timur pun telah mendengarkan dari pendapat hukum, tapi ternyata tidak masalah dalam pembangunan jembatan Muara Sabak dengan tinggi 12 meter. \"Karena tidak ada masalah kami tetap rampungkan jembatan hingga saat ini,\" terangnya.
Kadis Pekerjaan Umum (PU) Tanjabtim juga mengaku tidak mengetahui jumlah ganti rugi yang diberikan terkait pernah beberapa kali jembatan Muara Sabak ditabrak oleh kapal ponton. \"Menerima perbaikan konsumsi dan jumlah ganti rugi saya tidak tahu persis karena itu domain kontraktor, karena itu tanggung jawab kontraktor,\" ujar Kadis PU Tanjab Timur, Mahmulis kemarin (01/10).
Menurutnya jumlah ganti rugi tersebut karena kontraktor pengerja jembatan Muara Sabak lebih mengetahui kepada pengguna alur sungai. \"Konsultan pengawas ketika diperbaiki berdasarkan evaluasi tim. Karena itu saya tidak tahu besaran jumlah
Ganti rugi,\" katanya. Seperti diketahui, ketika dalam tahap pengerjaan, jembatan Muara Sabak telah empat kali ditabrak kapal ponton. Seperti diketahui tertabraknya jembatan Muara Sabak yang terakhir terjadi pada Oktober tahun lalu. \"Tabrakan ini telah mengakibatkan terjadinya pergeseran tiang, yakni bergeser tujuh centimeter dari titik awal,\" jelas Endang Nurhainudin, selaku Kepala Proyek Pengerjaan Jembatan Muarasabak Tahap II dari PT Waskita saat dikonfrimasi ketika itu.
(fth/yos)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: