Wewenang Pailit Pindah Ke OJK
Untuk Industri Keuangan
JAKARTA - Badan legislatif berencana merevisi UU nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Kewajiban Pembayaran Utang. Salah satu poin penting yang bakal direvisi dari peraturan ini adalah beralihnya kewenangan Bank Indonesia (BI) untuk mengajukan kepailitan industri keuangan, kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Revisi UU Kepailitan ini dijadwalkan pada awal 2013 mendatang.
Wakil Ketua Komisi XI yang membidangi keuangan, perencanaan pembangunan, dan perbankan Harry Azhar Azis mengatakan, revisi UU OJK ini harus dikebut lantaran fungsi OJK sendiri sudah mulai aktif pada 2013, khususnya untuk menggantikan peran Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Sedangkan fungsi pengawasan OJK terhadap sektor perbankan menggantikan BI dimulai pada 2014. \"Kami akan koordinasikan dengan Komisi III yang membidangi hukum. Bahwa UU Kepailitan harus dibikin kontekstual. Perkembangan sektor keuangan sangat cepat. Termasuk peran OJK yang nantinya bakal menggantikan BI secara mikro, berakibat pada berubahnya kewenangan pengajuan kepailitan,\" ungkap Harry kepada Jawa Pos.
Harry menjelaskan, berdasarkan peraturan yang lama, pengajuan kepailitan pada sektor keuangan seperti perbankan, dan pasar modal, serta lembaga keuangan nonbank hanya dapat dilakukan oleh otoritas pengawas, diantaranya Bank Indonesia, dan Badan Pengawas Pasar Modal - Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), serta Menteri Keuangan.
Pengaturan ini berbeda dengan yang diterapkan pada industri lainnya, dimana yang berhak untuk memohonkan kepailitan adalah advokat. Salah satu alasan mengapa permohonan pailit atas sektor keuangan harus diajukan oleh otoritas pengawas lantaran lembaga tersebut menghimpun dana masyarakat.
\"Yang terpenting adalah jangan sampai terjadi kekosongan hukum. Apalagi sektor perbankan sudah mulai dipegang OJK pada 2014. Usulan ini akan kami masukkan pada proyeknas 2013 mendatang,\" paparnya.
Pakar Kepailitan Universitas Airlangga Surabaya Hadi Subhan memaparkan, pihaknya merespon positif atas perubahan UU Kepailitan, khususnya untuk kewenangan pengajuan kepailitan oleh BI yang digantikan oleh OJK. Akan tetapi, Hadi menuturkan, perubahan UU Kepailitan ini harus komprehensif. Misalnya ketentuan kepailitan seyogyianya dilakukan untuk jumlah utang korporasi yang melebihi aset.
Di dalam sistem perundang-undangan Eropa misalnya, ketentuan ini (utang dibanding aset) bisa diterapkan. Sementara untuk di Indonesia memang tidak. Namun, jangan dipandang hitam putih begitu. Pengaturan ini sangat berguna untuk sektor perbankan yang notabenenya menyimpan dana masyarakat,\" ungkapnya.
Hadi menambahkan, perubahan UU Kepailitan ini harus dilakukan secara tegas. Jangan sampai, tutur Hadi, kasus kepailitan yang terjadi pada Lembaga Asuransi Manulife terjadi lagi. Sebagai catatan, pada 2002, Pengadilan Niaga Jakarta memailitkan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, karena dianggap tidak membayar deviden sebesar Rp 32 miliar kepada para pemegang sahamnya.
Namun akhirnya putusan tersebut digagalkan oleh Mahkamah Agung pada tingkat kasasi. Meski demikian, dampak dari pailitnya Manulife di tingkat pengadilan niaga ini adalah sempat tidak beroperasinya asuransi berbasis di Kanada itu untuk beberapa waktu.
(gal/kim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: