Rusak Salah Anak Tertua, Sukses karena Saudara

Rusak Salah Anak Tertua, Sukses karena Saudara

Strategi Perusahaan Keluarga Meredam Perang Saudara

Banyak perusahaan keluarga yang dirintis di masa lalu kini berkembang menjadi perusahaan raksasa. Bukan Cuma bisnisnya yang menggurita,

anggota keluarga yang terlibat juga bertambah. Sayang, kejayaan perusahaan keluarga sering berbuntut konflik bersaudara.

 

SEPERTI halnya dengan harta warisan, pen diri perusahaan harus pintar-pintar membagi aset kepada generasi berikut nya. Permasalahan muncul ketika generasi ketiga dan keempat lahir dengan jumlah yang berlipat. Potensi konflik menjadi semakin besar. Kalau tidak dikelola dengan baik, kejayaan perusahaan justru bisa menjadi boomerang bagi generasi penerusnya.

Bukan cuma soal duit, penentuan tentang siapa yang berhak menjadi pemimpin di masa depan juga bisa menjadi masalah. Kadang faktor senioritas bertabrakan dengan faktor profesionalitas.

Anak pertama atau cucu tertua terkadang merasa paling berhak menang. Perang saudara yang berujung hancurnya perusahaan sangat mungkin terjadi di generasi selanjutnya. Namun, Presiden Direktur PT Sido Muncul Irwan Hidayat mengaku, sebagai anak ter tua (sulung) di antara lima ber saudara di rinya wajib menjaga perusahaan keluarga agar tidak jatuh terpuruk. Dia menyatakan memimpin perusahaan bukan karena merasa paling berhak, tetapi merasa paling berkewajiban.

”Yang paling penting di perusahaan keluarga memang anak sulung.” Sudah menjadi tradisi keluarga bahwa orang yang lebih tua harus memberi con toh kepada yang lebih muda. Terma suk dalam meminimalkan potensi kon flik, orang yang lebih tua harus menenteramkan suasana. ”Orang tua saya

dulu termasuk yang antikonflik. Kalau se karang saya dan adik-adik tenteram, itu karena meniru mereka,” ungkapnya. Dia mengaku ingat kata-kata ibunya bahwa jika perusahaan hancur, itu terjadi

karena anak tertua (Irwan, Red), sementara kalau perusahaan sukses, hidup rukun, itu terjadi karena kebaikan saudara-saudaranya. Karena itu, Irwan dan adik-adiknya ingin hidup rukun. ”Mereka nurut karena saya nggak ngawur. Saya juga harus memahami adik-adik saya seperti apa,” terang dia. Irwan mengakui bahwa perusahaan keluarga memang lebih rawan konflik. Solusinya, Sido Muncul harus mengembangkan divisi usaha agar perusahaan bisa menyediakan pekerjaan bagi semua keluarga. ”Supaya semua bi sa ikut terlibat. Kalau pe rusahaan satu yang punya seratus itu nggak beres, ya dibuat supaya yang punya lima (orang), perusahaannya sepuluh gitu,” ungkapnya. Namun, untuk generasi selanjutnya nanti, Irwan mengaku bahwa solusinya berbeda. Dia berharap bisa melakukan

IPO (initial public offering) supaya perusahaan juga dimiliki masyarakat luas. Dengan begitu, anggota keluarga tidak bisa bekerja seenaknya ”Pemiliknya kan masyarakat. Dengan begitu, keluarga tidak bisa sembarangan,” lanjutnya. Saat ini, lanjut Irwan, generasi keempat Sido Muncul terdiri atas tiga anaknya dan sepuluh ke po nakan (anak adikadik nya). Di antara 13 orang generasi ke empat tersebut, dia mengakui bahwa tidak semuanya ma suk ke perusahaan keluarga. Sebagian memilih membuka

usa ha sen diri, menjadi dokter atau ma sih berfokus ke pendidikan. ”Baru tujuh orang yang ma suk perusahaan,” tuturnya. Masing-masing telah menempati berbagai jabatan di Sido Muncul mau pun anak usahanya. Mengenai suksesi kepemimpinan, Irwan menyatakan tidak mengenal istilah anak emas. Semua diperlakukan sama,baik anak kandung maupun keponakan. Yang terbaiklah yang akan diakui sebagai pemimpin meski mungkin bukan anak kandungnya. Dia mengaku tidak melihat

adanya konflik di antara mereka. ”Nggak tahu bagaimana nanti,” sebut dia. Yang terpenting, papar Irwan, dirinya meng ajari anak dan keponakannya untuk terus akur, tidak berantem dan be re but.

Menurut dia, bertengkar dengan saudara tidak akan membawa manfaat apa pun, justru banyak ruginya. ”Kami be ri pemahaman bahwa apa pun itu, nggak ada habisnya. Kalau kita serakah, ha nya akan membuat pertengkaran,” pesannya. Anak pertama Irwan, Maria Revianti Hidayat, mengaku mencontoh kerukunan dari orang tua, om, dan tante-tantenya. Sebagai anak tertua generasi keempat, dia juga ingin adik dan sepupu-sepupunya rukun bekerja di Sido Muncul. ”Ka mi mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda, jadi bisa saling mendukung,” jelasnya. Di pihak lain, perusahaan taksi terbesar di Indonesia, Blue Bird Group (BBG), juga menyiapkan banyak peke rjaan untuk generasi penerusnya supaya tidak berebut. Anak sulung pendiri perusahaan itu, Chandra Su harto,

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: