Selamat hingga Generasi Ketiga, Selamat Seterusnya

Selamat hingga Generasi Ketiga, Selamat Seterusnya

BISNIS keluarga sangat mendominasi di Indonesia. Merujuk hasil riset The Ja karta Consulting Group pada 2011,80 persen perusahaan besar di tanah air adalah family business. Mengutip data dari Kets De Vries, 95 persen bisnis di Asia, Timur Tengah, Italia, dan Spanyol dikontrol keluarga. Di Prancis dan Jerman bisnis yang dikontrol keluarga sampai 80 persen. Begitu juga 60–70 persen bisnis di Amerika. Namun, hal yang dihadapi pemilik bisnis keluarga adalah sulitnya mempertahankan bisnis keluarga tersebut.

                Data Kets De Vries juga menyatakan bahwa tiga di antara sepuluh perusahaan

ke luarga dapat bertahan hingga generasi kedua. Kemudian, satu di antara sepuluh perusahaan keluarga bisa bertahan hingga generasi ketiga. ”Sulit mem pertahankan

bisnis hingga generasi ke tiga. Namun, jika sudah melewati masa itu, kemungkinan besar jalan ke depan bisnis itu mulus,” ujar Henk Sengkey, pendiri lembaga pengembangan kepemimpinan Principia Learning Lab. Jika berkaca pada Indonesia, banyak perusahaan yang sukses karena peran sentral keluarga para pendirinya. Contohnya adalah Nyona Meneer, Sido Muncul, Sari Ayu, Mustika Ratu, dan

lain nya. Seiring perkembangannya, perusahaan itu perlu terus mengembangkan

kapasitas dalam menghasilkan pemimpin baru agar dapat menjawab tantangan zaman dan melakukan ekspansi yang menjamin keberlanjutan usaha. Pendiri Jakarta Consulting Group A.B. Susanto menambahkan, survei di negara-negara yang lebih maju menun jukkan, sebagian besar pendiri perusahaan keluarga tidak meng inginkan keturunannya bekerja di perusahaan tersebut. Bahkan, survei yang dilakukan di Inggris menyebutkan bahwa hampir 90 persen anggota keluarga pendiri

(the founders family members) tidak meng harapkan bekerja di perusahaan ke luarga tersebut dan hanya 5 persen res ponden yang menginginkan bergabung dan mengharapkan langsung du duk dalam posisi manajerial. ”Namun, tren di Indonesia justru sebaliknya,” tuturnya.

                Mayoritas pendiri menyatakan ingin anak-anak mereka masuk ke dalam

pe rusahaan. Respons dari anggota keluarga pun setali tiga uang, menginginkan

bekerja di perusahaan tersebut. Ikatan keluarga khas bangsa-bangsa Ti mur memang relatif lebih kuat jika di bandingkan dengan di negara-negara Barat. Karakteristik tersebut tidak jarang justru memunculkan permasalahan. Terutama jika terjadi konflik nilai antara pendiri yang masih berperan sebagai motor penggerak bisnis utama dan anggota keluarga yang kemudian terlibat di dalam perusahaan.

Sebab, generasi baru cenderung memi liki pandangan berbeda karena umum nya jenjang pendidikan yang di tempuhnya lebih tinggi. Meski demikian, konflik nilai dalam perusahaan keluarga bisa terjadi lebih dari itu, antara ke luarga dan perusahaan, antar-anggota keluarga, dan antara keluarga dan stake holders yang lain. ”Biasanya, konflik ter jadi karena perbedaan nilai antara bisnis dan keluarga,” ujarnya. Contoh kasus riak konflik bisnis keluarga terbaru terlihat dalam gurita

bis nis Maspion Group. Mulai awal bulan ini terjadi perang iklan di media cetak antara Presdir Maspion Group Alim Markus dan Hany Soegeng Bagio, yang diketahui sebagai adik ipar Alim Sa tria. Alim Satria adalah adik kandung Alim Markus. Keduanya terlibat perselisihan lahan PT Bumi Maspion (Maspion

IV) di Romokalisari, Gresik, dan kawasan PT Maspion Industrial Es tate

(Maspion V) di Manyar, Gresik. Alim Markus menyebutkan, transaksi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: