>

Potensi Ekonomi Bambu

Potensi Ekonomi Bambu

Oleh Rhenald Kasali PhD

PADA Minggu (28/10) Rumah Perubahan hadir di bantaran Banjir Kanal Timur (BKT) Jakarta. Hari itu Komunitas Sangga Buana yang dipimpin Haji Idin bersama Rumah Perubahan menanam 2.000 batang pohon bambu betung. ”Tampang jawara, tetapi hati adem”, begitulah Haji Idin, Betawi asli yang mengawal tiga kali di sepanjang Jakarta.

Itu lah yang membedakan H Idin dengan jawara-jawara Betawi lain yang belakangan banyak membentuk ormas.

Menurut sejumlah pihak, bambu -bambu besar ini kali terakhir di budidayakan oleh koloni Belanda. Setelah itu, malah digusur. Tanaman yang m miliki suara angin yang indah, dianggap sebagai sarang kuntilanak. ”Padahal, sekarang kuntilanaknya udah pindah ke mal,” ujar H Idin.

Rumah Perubahan menaruh minat terhadap bambu karena potensi ekonomi kerakyatannya begitu besar. Di Sangga Buana, daun-daun bambu dijadikan bahan pakan kuda pacu dan kelinci. Sementara akar-akar bambu di tepi-tepi sungai menjadi sarang ikan bertelur. Hampir dapat dipastikan pula, di mana ada bongkahan tanaman bambu, selalu ada mata air yang jernih.

Bahkan dulu, orang-orang tua sering memberikan airnya untuk pengobatan. Ada kepercayaan, mata air di sekitar

tanaman bambu mampu menetralkan segala penyakit, bahkan gangguan roh-roh jahat.

Kuliner, Alat Musik,

dan Bangunan

Hampir tak ada tanaman lain yang mampu menggantikan potensi ekonomi bambu. Di Sumatera, rebung dimasak

gulai, di China dijadikan campuran sayuran, di Jepang bahkan dijadikan obat, dan di Thailand menjadi makanan

yang dimasak dengan bumbu kari kuning yang lezat. Sewaktu kuliah di Amerika Serikat, saya sering terkagum-kagum menyaksikan rebung basah kiriman dari Thailand yang ukurannya lebih besar dari pada ukuran paha manusia.

Saya membayangkan pastilah itu rebung bambu betung (dendroclamus asper). Sayang sekali, sebagai pemilik bambu terbesar ketiga dunia (setelah China dan India) Indonesia justru masih impor rebung. Padahal, rebung-rebung yang masuk ke Belanda sebagian datang dari Bengkulu. Tiongkok saja, setiap tahun mampu mengekspor lebih dari 150.000 ton rebung basah, disusul Thailand (sekitar 70.000 ton), dan Taiwan (?20.000 ton).

Dalam literatur kedokteran Tiongkok, daun bambu dipercayai memberikan khasiat yang tinggi untuk menetralkan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: