>

Auditur Negara Diabaikan

Auditur Negara Diabaikan

BANYAK  hasil audit yang dilakukan oleh auditur negara, dalam hal ini seperti BPK dan BPKP tak ditindak lanjuti oleh pemerintah daerah. Hal ini diungkapkan oleh Uchok Sky, Koordinator Investigasi, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA).

                “Harusnya daerah ambil tindakan untuk menindak lanjuti temuan itu atau untuk penyidikan kasus karena sudah terlihat kerugian negaranya. Kerugian negara ini ditabung oleh 11 Kabupaten/Kota. Jadi harus ditindak lanjuti dengan hukum. Kalau tidak, kerugian yang sampai Rp 320 M akan hilang. Kok hasil audit dari auditur Negara diabaikan,” katanya.

Dikatakannya, bentuk penyimpangan yang sudah dilakukan banyak jenisnya. “Pengadaan barang dan jasa, bansos dan bantuan hibah. Ini hasil audit BPK dari sampel 20 persen. Namun kalau sampelnya lebih banyak maka penyimpangan yang terlihat akan lebih banyak (dari Rp 320 M, red),” ujarnya.

“Ini hanya sampel dari audit BPK. Karena audit BPK tidak 100 persen, sampel hanya 20 atau 25 persen diverifikasi dan banyak temuannya. Harusnya ini sudah ditindak lanjuti jangan dibiarkan saja,” sambungnya.

Ia menyebutkan, selama kurun waktu sejak tahun 2005, berbagai temuan sudah mulai ada. Namun, hingga saat ini, tak ada tindak lanjut yang jelas dilakukan oleh pemerintah daerah. “Kelihatannya memang pemerintah ini main-main terhadap auditur negara. Tidak menghargai yang namanya hasil audit BPK,”sebutnya.

Akan tetapi, menyikapi hal itu, harusnya BPK juga mengambil sikap dan langkah tegas. Untuk Kot Jambi sendiri, yang sangat menjadi sorotan adalah sector pajak. “Itu harus dimaksimalkan. Karena pajak di Jambi itu dari barang dan jasa seperti hotel itu yang paling dominan. Akan tetapi, kelihatannya disini itu SDM-nya kurang, mark down yang banyak. Sehingga, pendapatan pajak dibawah Rp 100 M,” katanya.

“Utamanya, pajak yang jadi sorotan itu, hotel, restoran, hiburan, karaoke atau pijat itu sampai Rp 4 M jadi piutang pajak di Kota. Bahkan sampai Rp 21 M. Itu paling besar dihasilkan pajak hiburan,” tambahnya.

Oleh karenanya, ia menilai, Pemda harus lebih tegas dalam hal penerimaan pajak. “Pemda harusnya lebih tegas, pajak harus masuk kas daerah karena ini masalahnya daerah. Kalau tidak begitu ya rugi,” tandasnya.

(wsn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: