Dahlan : PLN Sulit Dapat Gas
MANTAN Dirut PLN, Dahlan Iskan menepati janjinya untuk memenuhi undangan Komisi VII DPR kemarin. Dia menegaskan, posisi PLN saat itu hanyalah \"korban\" ketiadaan gas sehingga terpaksa menggunakan BBM (bahan bakar minyak) untuk menghidupkan pembangkit listrik.
\"Masalah salah makan PLN itu rasanya sudah lama, sebelum saya jadi Dirut sudah sering saya persoalkan, pembangkit yang harusnya pakai gas tapi pakai BBM, karena PLN nggak dapat gas. Saya kira anggota Komisi VII yang lama-lama tahu kalau ini dulu sering saya sampaikan,\" ujar Dahlan menjawab pertanyaan anggota DPR mengenai inefisiensi PLN sebesar 37 triliun tahun 2009-2010.
Dahlan mengaku tidak tahu berapa kerugian PLN akibat \"salah makan\" sebelum dirinya menjadi Dirut. Yang pasti, saat itu PLN tidak memiliki wewenang yang besar untuk mendapatkan gas yang cukup.
\"Apa yang bisa dilakukan seorang Dirut PLN untuk bisa dapat gas. Saya waktu itu sampai pergi ke Iran (untuk beli gas), tapi kan tidak gampang karena ada masalah politik,\" ungkapnya
Padahal jika menggunakan gas, PLN memiliki kesempatan untuk melakukan efisiensi,\"Kalau misalkan waktu itu saya punya wewenang untuk merampas gas, maka akan saya lakukan itu (untuk PLN-red), tapi ternyata kan nggak bisa. Bahkan saya bilang ke Direksi, ayo kita beli sumur gas sendiri supaya tidak tergantung pihak lain. Tapi kenyataannya kan tidak bisa,\" lanjutnya
Mengenai kontraktor gas yang tidak bisa memenuhi kewajibannya, Dahlan mengaku sesuai aturan memang tidak bisa dikenakan sangsi. Meski begitu sejak lama PLN sudah mengetahui bahwa hal itu bisa merugikan,\"Menurut BP Migas memang tidak bisa dimasukkan sangsi dalam klausul kontrak (suplai gas). Makanya PLN tidak bisa apa-apa kalau begitu,\" pasrahnya.
Sementara terkait sangsi terhadap kontraktor batubara, Dahlan menegaskan bahwa PLN sudah menyita uang jaminan mereka karena telah mengingkari kontrak,\"Kontrak batubara yang nggak perform kemudian uang jaminannya disita. Uang hasil sitaan itu masuk kasnya PLN. Menurut kami uang jaminan itu memang harus dicairkan karena mereka telah merugikan PLN,\" tegasnya.
Saat itu, lanjut Dahlan, banyak suplair batubara yang memilih menjual batubaranya keluar negeri karena harga sedang tinggi. PLN mengingatkan bahwa uang jaminan akan disita kalau mereka wanprestasi,\"Katanya tidak apa-apa (uang jaminan disita) karena harga batubara diluar lebih menguntungkan. Sekarang saat harga turun , mereka mohon lagi ke PLN supaya mau terima batubara,\" uangkapnya
Akibat kondisi itu, pembangkit milik PLN bisa mati jika tidak mendapat pasokan gas. Untuk itu jalan satu-satunya adalah menggunakan BBM. Langkah itu terpaksa diambil supaya Jakarta dan sekitarnya tetap hidup,\"Memang secara makro ada kelebihan daya, tapi secara mikro itu tidak bisa karena sistemnya belum dipersiapkan untuk dimasuki (listrik) dari daerah lain,\" kata Dahlan.
Dia mencontohkan, jika pembangkit listrik Muara Karang mati, maka Jakarta Utara akan kehilangan daya 1.000 MW yang tidak bisa diagntikan dari tempat lain, demikian juga pembangkit di Tanjung Priok,\"sekarang sudah tidak seperti itu, jadi kalau mati bisa dipasok listrik dari daerah lain. Itu makanya di Gandul (Depok) kita tambah trafo 500 KV (kilovolt),\" tuturnya
Trafo seperti itu, kata Dahlan, dulu biasa dibeli PLN dengan harga Rp 120 miliar, tetapi saat dirinya menjadi Dirut bisa membeli trafo semacam itu hanya senilai Rp 39 miliar. Jadi PLN telah melakukan efisiensi yang sangat besar,\"Sementara soal genset itu hanya dipakai diluar pulau Jawa, hanya untuk pulau-pulau kecil. Karena kalau bangun pembangkit bisa tiga tahun baru selesai,\" pungkasnya
Saat menutup rapat itu, Wakil Ketua Komisi VII Effendi Simbolon menyimpulkan bahwa rapat dengan Mantan Dirut PLN dahlan Iskan akan dilanjutkan kembali minggu depan, usai reses. Pihaknya meminta agar Dahlan lebih dalam membaca hasil audit BPK sebelum rapat dengan DPR,\"Rapat kita tunda dulu. Pak Dahlan kita minta membaca keseluruhan hasil audit BPK dulu,\" jelasnya
(wir)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: