Rupiah Terendah Dalam 3 Tahun Terakhir

Rupiah Terendah Dalam 3 Tahun Terakhir

Untungkan Sektor Perkebunan dan Pertambangan

JAKARTA- Lonjakan impor tidak saja berimbas pada defisit neraca perdagangan, tapi juga membuat Rupiah goyah. Akibatnya, nilai tukar Rupiah kini terjerembab ke level terendah dalam tiga tahun terakhir.

Data kurs tengah Bank Indonesia (BI) menunjukkan, hingga penutupan perdagangan kemarin (8/1), Rupiah ditutup melemah tipis 2 poin ke level Rp 9.740 per dolar AS (USD). Berdasar catatan Jawa Pos, ini merupakan level terendah sejak 16 September 2009. Ketika itu, Rupiah di tutup di level Rp 9.830 per USD.

Sejak itu, Rupiah tidak pernah lagi lebih rendah dari level tersebut. Sebagai gambaran, Rupiah terakhir kali di tutup di atas level Rp 10.000 per USD pada 8 September 2009, tepatnya di level Rp 10.038 per USD.

Sementara itu, jika berdasar data indeks nilai tukar Bloomberg, Rupiah sudah melemah lebih rendah. Tercatat, pada saat pembukaan perdagangan, Rupiah berada di level Rp 9.815 per USD. Hingga pukul 16.00 kemarin, nilai tukar Rupiah kembali tertekan hingga ke level Rp 9.827 per USD.

Bagaimana tanggapan BI? Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, sejak 2012, BI memang mengambil kebijakan untuk membiarkan pelemahan Rupiah dengan tidak melakukan intervensi besar-besaran di pasar. “Ini untuk menopang keseimbangan ekonomi eksternal,” ujarnya.

Menurut Halim, sejak 2010, kekuatan pasar domestik dan penanaman modal asing sudah mendorong impor terus naik. Hal itu merupakan konsekuensi atas tidak mampunya industri dalam negeri menyediakan barang modal dan bahan baku, sehingga harus diimpor. “Selain itu, impor BBM juga terus meningkat akibat tingginya konsumsi,” katanya.

Kondisi tersebut lantas mendorong pelemahan Rupiah. Namun, Indonesia sempat tertolong karena kinerja ekspor yang cukup bagus pada 2010 dan 2011. Karena itu, ketika pada 2012 lalu kinerja ekspor turun akibat pelemahan harga komoditas di pasar internasional, Rupiah pun tidak memiliki penopang sehingga tertekan turun. “Pelemahan Rupiah masih dalam range (kisaran) yang wajar. Positifnya, pelemahan ini berhasil menekan impor barang konsumsi, khususnya barang mewah,” jelasnya.

Di sisi lain, pelemahan nilai tukar Rupiah ini memberikan keuntungan bagi perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor, seperti emiten sektor perkebunan dan pertambangan. Demikian hasil riset PT Bahana Securities. “Nilai ekspor emiten pertambangan dan perkebunan (CPO) akan terkerek naik seiring pelemahan Rupiah,” ujar Kepala Riset Bahana Securities Harry Su.

Meski demikian, lanjut dia, keuntungan dari pelemahan Rupiah tersebut bisa saja terkompensasi oleh penurunan harga komoditas di pasar internasional. “Pelemahan Rupiah juga akan menggerus keuntungan emiten yang memiliki utang dolar AS dengan jumlah besar seperti PT Delta Dunia Tbk, PT Bakrie Plantations Tbk, dan PT Indosat Tbk,” katanya.

(jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: