BI menyatakan harus tunduk
JAKARTA- Bank Indonesia (BI) mulai mengambil sikap tegas dalam aturan pembayaran devisa hasil ekspor (DHE) melalui bank di dalam negeri. 34 perusahaan atau eksporter nakal pun harus menerima sanksi dari BI.
Direktur Eksekutif Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter BI Hendy Sulistyowati mengatakan, sanksi tersebut diberikan kepada eksporter yang tidak membayar devisa ekspor melalui bank dalam negeri dalam batas waktu yang sudah ditentukan. “Mereka dikenai denda, sebagian sudah membayar,” ujarnya kemarin (9/1).
Sebagaimana diketahui, sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 13/20/PBI/2011, eksporter wajib menerima seluruh DHE melalui bank devisa di Indonesia, paling lama 90 hari setelah tanggal Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
Eksporter yang melanggar bakal dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 0,5 persen dari nilai nominal DHE yang belum diterima melalui bank devisa. Adapun jumlah denda paling sedikit Rp 10 juta dan paling besar Rp 100 juta. Bagi eksporter yang tidak membayar denda, maka akan dikenai sanksi berupa penangguhan atas pelayanan ekspor oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai.
Menurut Hendy, eksporter yang terkena sanksi tersebut berasal dari berbagai sektor. Namun, pelanggar terbanyak berasal dari sektor pertambangan. Bahkan, beberapa perusahaan minyak dan gas (migas) asing seperti Chevron dan Total, menyatakan tidak mau mematuhi aturan BI dan ngotot menerima DHE melalui bank di luar negeri. “Mereka mengatakan tak harus tunduk dengan aturan (DHE) ini, tapi BI menyatakan harus (tunduk),” tegasnya.
Hendy menyebut, keengganan menerima DHE melalui bank dalam negeri bisa merugikan negara karena mengurangi pasokan valuta asing di dalam negeri. Apalagi, devisa dari perusahaan migas asing sangat besar, hingga ratusan juta USD per bulan. “Karena itu, kami akan koordinasi dengan Kementerian ESDM dan SK (Satuan Kerja) Migas untuk menindak hal tersebut,” jelasnya.
Lalu, berapa DHE yang berhasil masuk melalui bank dalam negeri? Hendy mengatakan, pada periode Januari hingga Oktober 2012 nilainya sudah mencapai USD 107,1 miliar. Namun, masih ada DHE sebesar USD 22,3 miliar yang diparkir di luar negeri karena sudah terikat kontrak. “Untuk 2012 masih dibolehkan, tapi 2013 tidak boleh lagi. Kita kasih waktu maksimal sampai Juni 2013,” ujarnya.
BI, lanjut dia, memberikan apresiasi kepada perusahaan-perusahaan yang sudah memenuhi aturan DHE. Misalnya, perusahaan tambang batu bara yang sepanjang tahun lalu menerima DHE USD 17 miliar melalui bank dalam negeri, lalu perkebunan kelapa sawit USD 11,6 miliar, mesin dan mekanik USD 7,4 miliar, tekstil USD 7 miliar, serta bahan kimia USD 6,7 miliar. “Itu sektor penyumbang DHE terbesar,” katanya.
Adapun bank devisa dengan layanan dan pelaporan DHE paling bagus adalah BCA, Bank Mandiri, Citibank, BNI, HSBC, Sumitomo Mitsui Banking, DBS Indonesia, BRI, CIMB, dan Standard Chartered.
Direktur Komersial dan Bisnis Perbankan Bank Mandiri Sunarso mengatakan, bank di dalam negeri merespons positif aturan DHE karena bisa memperkuat pasokan valuta asing. Namun, dia juga menginginkan agar BI tidak hanya mewajibkan penerimaan melalui bank dalam negeri, tapi juga menyimpannya di bank dalam negeri. “Supaya kami bisa mengelolanya,” ucapnya.
(jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: