Kompromi Politik (Upaya Meluruskan Kembali Fungsi Legislatif)
Oleh : Drs. H. Navarin Karim, M.Si/Burlian Sanjaya S.Hi, MA.
Ketika menghadiri perhelatan Hari Ulang Tahun Jambi tanggal 7 Ja nuari 2013 di gedung DPRD Propinsi Jambi, ada hal yang menggelitik yang terjadi, dimana ketua DPRD memberikan sambutan hampir keseluruhannya mengemukakan keberhasilan propinsi Jambi dan tidak sedikitpun mengemukakan kelemahan dan tantangan yang dihadapi pemerintah Propinsi Jambi. Yang mengherankan keberhasilan kabupaten secara subyektif di tingkat propinsi ini juga dianggap prestasi, Jika keberhasilan kabupaten di tingkat nasional dan atau internasional bisa saja dianggap prestasi. Ketidak laziman ketua DPRD berpidato panjang lebar ini, mestinya berkiblat pada acara level nasional. Kita tidak pernah mendengarkan ketua DPR berpidato panjang lebar, apalagi mengemukakan prestasi pemerintah yang seharusnya itu adalah ranah eksekutif. Paling ketua DPR membuka acara secara resmi kemudian memintakan kepada eksekutif menyampaikan laporan/pidato kenegaraan, selanjutnya mereka mengevaluasi laporan atau pidato Presiden dan selanjutnya DPR melakukan evaluasi tetapi tidak secara resmi disampaikan ketika acara tersebut. Dari apa yang ditampilkan oleh Ketua DPRD ada dua penafsiran pokok : (1) Penafsiran umum : Mungkin Sekretaris Dewan (Sekwan) dan Ketua DPRD kurang paham bahwa dengan mengemukakan kebaikan pemerintah saja, berarti ini tidak obyektif, (2) Penafsiran secara politik : (a) Agar masyarakat senang dengan beberapa keberhasilan Jambi, (b) memang secara sengaja ada maksud Asal Bapak Senang (ABS) dimana pola tidak obyektif yang ditampilkan Orde Baru kembali dipraktekkan. Penafsiran ini didasarkan fakta bahwa ketua DPRD adalah anggota partai yang sama dengan penguasa Daerah. Tentu secara kepartaian ia tunduk dengan pimpinan partainya dan kalau perlu melakukan tindakan ABS agar tetap survive di partai tersebut. Praktek ini pernah dilakukan oleh politisi kita dimasa orde Baru yaitu Bapak Harmoko, sehingga namanya pun di panjangkan menjadi Hari-Hari Omong Kosong. Keberhasilannya mempraktekkan pola ABS ini pulalah mengakibatkan kariernya selalu bertahan menjadi Menteri penerangan hingga beberapa periode berada dalam kabinet Soeharto, dust menjadi pejabat teras dalam partai Golkar. (c) Penafsiran politik lainnya yang dapat dikemukakan, bahwa fungsi pengawasan yang seharusnya melekat dari seorang legislatif tidak nampak sama sekali. Inti dari pengawasan adalah menemukan adanya penyimpangan-penyimpangan. Hal ini jelas tidak elok dan merupakan pembodohan politik ditengah masyarakat Jambi yang seharusnya dicerdaskan berpolitik. Penulis jadi ingat istilah sindiran pada masa ORBA, hubungan legislatif dan eksekutif “baik-baik saja”, karena DPR tidak berani melakukan fungsi pengawasan. Bagaimana mau melakukan pengawasan, mereka duduk di legislatif karena restu dari Presiden. Ingat wajib Litsus (Penelitian Khusus) calon legislatif yang dilakukan oleh Ditjen Sospol (sekarang Kesbangpol).
Dalam dunia politik, kompromi politik memang menjadi aktivitas yang wajar untuk dilakukan. Dimana dalam pertarungan politik sudah menjadi keharusan bagi setiap kubu memperjuangkan isi kepentingan yang mereka miliki. Namun sebelum kita membangun sebuah konsensus politik (Kompromi Politik) terlebih dahulu penulis ingin mendiskusikan dua bentuk kompromi politik yang berbeda, hal ini menjadi penting bagi setiap unsur politik untuk memahaminya, agar tidak terjebak dalam sebuah konspirasi politik yang akan membawa dampak-dampak negatif bagi perkembangan sistem politik yang kita jalani.
Umumnya ada dua kajian politik yang selalu menjadi kiblat bagi setiap pelaku politik saat ini, yaitu kajian politik Islam dan kajian politik sekuler, dimana kedua kajian politik ini mempunyai cara pemaknaan dan cara pandang yang tersendiri dalam memaknai kompromi atapun konsensus politik yang ada. Dalam kajian politik sekuler kompromi politik selalu menjadi hal yang paling utama, sedangkan kebenaran hanya berada dibelakang, artinya bahwa para penganut politik sekuler lebih mengedepankan konspirasi politik dari pada kebenaran sebuah konspirasi tersebut. Sedangkan dalam kajian politik Islam kebenaran letaknya di depan, kompromi di belakang. Sehingga dalam kajian politik Islam segala sesuatunya harus diukur pada tolak ukur yang benar dulu, dipastikan dahulu apakah suatu benda, perkara, dan perbuatan itu benar atau salah, kemudian dilakukanlah kompromi, mengajak kubu lain untuk mengikuti yang jelas benarnya dan mengajak kubu lain untuk meninggalkan yang jelas salahnya. Sehingga lebih diperjelas lagi bahwa kompromi politik dalam kajian Islam dilakukan untuk mencapai kesepakatan-kesepakatan politik dari berbagai kekuatan politik dengan selalu menjunjung tinggi kebenaran dan menjadi hal yang tabu ketika ada upaya untuk mencederai kebenaran substansial tersebut.
Dalam perkembangan politik saat ini dapat dikatakan bahwa kompromi politik merupakan subyek yang dapat dipertimbangkan untuk mengatasi kebuntuan dan kerasnya konflik politik yang terjadi saat ini. Akan tetapi, sekali memilih solusi kompromi politik tersebut, maka pemilihan itu harus betul-betul bisa mengatasi masalah-masalah yang fundamental. Jangan hanya memoles suatu masalah dengan polesan yang tidak masuk ke akar masalahnya, ataupun hanya mementingkan konspirasi politik saja tanpa melihat isi kebenaran serta dampak yang akan dialami oleh masyarakat sebagai penerima kebijakan. Rekomendasi.
Pertama : sebaiknya jika sudah memegang jabatan politik tertinggi di eksekutif dan legislatif, jabatan di partai dilepaskan karena mereka sudah menjadi milik masyarakat luas, Ini pernah dicontohkan oleh Amien Rais dan Hidayat Nurwahid dimana setelah menjabat jabatan tertinggi politik, jabatan ketua partaipun mereka lepaskan.
Kedua : Ketua DPRD Propinsi Jambi dimasa yang akan datang tidak perlu lagi pidato panjang lebar dengan menyampaikan prestasi-prestasi eksekutif secara menyeluruh, apalagi prestasi kabupaten hanya level Propinsi.
Ketiga : Ketua DPRD cukup membuka rapat acara HUT Propinsi Jambi dan meminta Gubernur menyampaikan sambutan/laporan (yang berisi prestasi dan kendala yang dihadapi pemerintah), seterusnya ketua DPRD menutup acara resmi. Semua ini dapat mengacu pada acara yang ditampilkan HUT RI.
-------------------------
Penulis (1) dan (2) adalah Ketua dan Pembantu Ketua III serta dosen Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Nurdin Hamzah Jambi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: