MK Nyatakan Tukang Gigi Legal
JAKARTA - Kabar menggembirakan bagi para tukang gigi datang dari Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Kemarin, institusi pimpinan Mahfud MD itu membatalkan Pasal 73 ayat 2 dan Pasal 78 UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran. Intinya, praktik tukang gigi dianggap sah dan tidak bisa dihapuskan.
Dalam putusannya, Mahfud mengatakan kalau pasal itu bertentangan dengan UUD 1945. Jadi, dia mengabulkan sepenuhnya permohonan Hamdani Prayogo, seorang tukang gigi warga Jalan Kiruntag, Jakarta Barat. Tidak hanya itu, MK juga memerintahkan kepada pemerintah untuk membina dan memberikan ijin pada tukang gigi.
\"Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik, kecuali tukang gigi yang mendapat izin praktik dari Pemerintah\" ujar Mahfud.
Jadi, dalam Pasal 73 ayat 2 mendapat tambahan frasa: kecuali tukang gigi yang mendapat izin praktik dari Pemerintah. Penambahan frasa itu juga untuk Pasal 78. Sedangkan hukuman penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 150 juta tidak diubah.
Saat membacakan pendapat mahkamah, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan kalau keberadaan tukang gigi sudah ada sejak dulu. Bahkan, profesi turun temurun itu menjadi inspirasi berdirinya lembaga pendidikan kedokteran gigi di Indonesia Stavit (School tot Opleiding van Indische Tandartsen) di Surabaya pada 1928.
\"Profesi tukang gigi di Indonesia telah eksis dan diakui keberadaannya oleh Pemerintah sesuai Peraturan Menteri 54 Kesehatan 339/MENKES/PER/1989,\" jelasnya. Menurutnya, penghapusan pekerjaan tukang gigi dengan alasan pekerjaan tersebut berisiko dan hanya boleh dilakukan tenaga yang berkompetan tidaklah tepat.
Selain keberadaan pekerjaan tukang gigi telah lebih dahulu ada sebelum adanya kedokteran gigi di Indonesia, tukang gigi bisa menjadi alternatif untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gigi yang terjangkau. Selama pemerintah belum bisa menyediakan pelayanan gigi yang terjangkau, pelanggaran oleh tukang dapat diselesaikan melalui pembinaan, perizinan, dan pengawasan.
MK juga tidak setuju adanya aturan yang mengekang pekerjaan tukang gigi. Apalagi, sampai mengancam jika tetap beroperasi bakal dipidanakan. Versi MK aturan itu sangat diskriminatif dan harus dicabut. \"Perlindungan negara atas suatu pekerjaan tidak boleh dilakukan secara diskriminatif,\" tegasnya.
Atas putusan itu, MK memerintahkan pemerintah untuk melakukan pembinaan terhadap tukang gigi layaknya pada dukun beranak. Seperti diketahui, dukun beranak diberikan pembinaan agar bisa membantu kelahiran sesuai dengan pola medis. Mahkamah juga menilai jika profesi tukang gigi dapat dikategorikan sebagai pelayanan kesehatan tradisional yang harus dilindungi.
(dim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: