Investor Asing Borong Saham
Rupiah Lemah, Saham Murah
JAKARTA- Tren nilai tukar rupiah akhir-akhir ini memang tengah lesu darah. Namun, tren tersebut tak begitu saja memicu sentimen negatif terhadap para pelaku pasar modal. Sebaliknya, pergerakan kurs rupiah yang melemah itu ditangkap sebagai peluang manis, khususnya oleh investor asing. Alasannya, angka rupiah yang melemah membuat harga saham di Indonesia dipandang lebih murah terhadap dollar AS. Tak pelak aksi beli bersih (net buy) asing pun tercatat meningkat.
Direktur Utama BEI Ito Warsito menyebutkan nilai rata-rata transaksi harian saham sepanjang awal 2013 ini tercatat naik 11,86 persen. Pertumbuhan tersebut disokong oleh aktifnya transaksi investor asing. “Rupiah memang melemah, tapi itu membuat harga saham BEI (Bursa Efek Indonesia) lebih murah jika dihitung dalam dollar AS. Ada peningkatan net buy asing jadi Rp 2,8 triliun per Selasa (15/1),” ungkap Ito di gedung BEI kemarin (16/1).
Kondisi bursa yang beberapa hari ini duduk di zona hijau, lebih meyakinkan Ito bahwa likuiditas di pasar saham domestik masih bisa ditingkatkan. Ini terlihat dari optimisme target rata-rata nilai transaksi harian pasar modal tahun ini yang naik signifikan sebanyak 21,4 persen dibandingkan 2012.
Tahun lalu, BEI mencatat nilai transaksi harian pasar modal hanya Rp 4,53 triliun, atau anjlok 8,28 persen dari Rp 4,96 triliun pada 2011. Sebaliknya, tahun ini pihaknya mengerek target value-nya sebesar Rp 5,5 triliun. Hingga pertengahan Januari 2013, nilai transaksi harian bursa masih berada di angka Rp 5 triliun.
Lantaran itu, Ito menambahkan, bonus fundamental makro ekonomi Indonesia yang positif, ditambah dengan krisis global yang diproyeksi pulih pada tahun ini, diharapkan bisa makin memperkuat harga saham emiten serta diimbangi dengan rupiah yang semakin stabil. “Karena investor asing juga khawatir kalau kurs rupiah terus melemah,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan pergerakan nilai tukar rupiah saat ini dalam kondisi tidak wajar. “Pergerakannya sudah di atas rata-rata prediksi analis pasar,” ungkapnya.
Purbaya menjelaskan, depresiasi rupiah yang cukup dalam ini setidaknya dipicu oleh empat faktor. Faktor pertama adanya sentimen negatif memburuknya neraca pembayaran khususnya neraca berjalan (current account), yang dipicu oleh seretnya kinerja ekspor dan sebaliknya aliran impor makin deras. Kedua, penyelesaian krisis utang Benua Biru Eropa yang masih belum pasti, ketiga likuiditas USD sangat terbatas lantaran performa ekspor yang tak mampu mengompensasi. Dan ke empat adalah instrumen penempatan dana valas di dalam negeri juga sangat terbatas.
Kendati demikian, aksi intervensi Otoritas moneter Bank Indonesia (BI) dengan mengguyur dollar ke pasar makin terasa. Hal ini terlihat dari rupiah yang kemarin kembali menguat sebesar 50 poin di angka 9.690 per USD, dari titik terendahnya 9.740 per USD pada Selasa (15/1).
(jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: