Likuiditas Valas Bank Mandiri Tembus USD 1 miliar

Likuiditas Valas Bank Mandiri  Tembus USD 1 miliar

MADIUN- Rentannya nilai dolar Amerika Serikat (USD) terhadap rupiah membuat perbankan tidak agresif dalam penyaluran kredit valas. Salah satunya, PT Bank Mandiri Tbk. Bank pelat merah itu tidak mematok pertumbuhan bahkan, hanya mempertahankan kredit yang ada.

Direktur Risk Management Bank Mandiri Sentot A Sentausa mengatakan nilai kredit valas tahun lalu adalah USD 4 miliar. Menurut dia dengan kondisi ini, pihaknya hanya berusaha mempertahankan nilai penyaluran itu. Mereka hanya memberikan kredit kepada individual debitur yang benar-benar menghasilkan valas. Misalkan, eksportir komoditas sawit, karet, dan batu bara. \"Sedangkan, mereka yang pendapatan USD semu seperti hotel harus kita kontrol,\" kata Sentot usai menyerahkan bantuan senilai Rp 750 ribu untuk meningkatkan kualitas sarana pendidikan dan ibadah di kawasan Pangkalan Angkatan Udara Iswahjudi Madiun.

Bantuan yang masuk program bina lingkungan itu rinciannya, 150 juta untuk pembelian 2 unit mesin bubut besar, Rp 103,5 juta membeli 20 unit PC komputer, Rp 45 juta untuk 6 unit oscilloscope. Perbaikan sarana kelas dan ruang  bermain Rp 130 juta, beasiswa untuk siswa berprestasi, Rp 21,5 juta serta, renovasi dan pengembangan masjid, Rp 300 juta.

Sentot mengatakan pihaknya telah melakukan antisipasi dengan melemahnya nilai rupiah terhadap USD.  Selain memperketan kredit valas, mereka juga meningkatkan safety level likuiditas valas. Saat ini, Bank Mandiri telah mengantiongi likuiditas valas USD 1 miliar. “Sejak 2008, kita memperkuat safety level. Saat itu, valas kita hanya USD 700 juta,” cetusnya.

Sejak akhir bulan lalu, nilai rupiah tertekan terus terhadap USD. Tertinggi terjadi pada Selasa lalu yang mencapai Rp 9.740 untuk satu USD.  Menurut Sentot pihaknya telah melakukan analisis kepada debitur, baik secara individu dan korporasi. Hasilnya melemahnya rupiah masih tidak mempengaruhi kondisi kinerja para debitur. Sehingga, potensi kredit macet masih belum ada. “Salah satu faktor melemahnya rupiah karena, banyaknya kebutuhan untuk impor. Dan, barang impor yang masuk untuk investasi. Jadi, masuknya barang-barang impor meningkatkan kinerja ekonomi,” paparnya.

Sebaliknya, ekspor memang sedang lesu. Ini disebabkan krisis global yang masih belum membaik. “Tapi, sekali lagi. Kita juga bersikap mawas diri dan melakukan pengontrolan,” ujarnya.

Sebelumnya menurut Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini banyak eksportir yang mengeluh karena perbankan Indonesia memiliki keterbatasan dalam penyaluran kredit valas. Hal ini sebenarnya terjadi karena sumber valas tidak banyak, mengingat hanya sebagian kecil saja eksportir Indonesia yang menaruh devisa hasil ekspor (DHE) di bank lokal.

Oleh sebab itu, untuk menggenjot penerimaan valas, bank berkode saham BMRI ini mencantumkan bisnis trustee atau pengelolaan devisa hasil ekspor (DHE) dalam rencana bisnis bank (RBB) 2013. “Karena itu peraturan mengenai DHE perlu diberlakukan supaya uangnya (valas) dapat masuk. Kalau perlu diberlakukan seperti di Malaysia yang DHE-nya harus masuk dalam enam bulan atau di Thailand yang peraturannya lebih ketat karena mengharuskan konversi DHE menjadi Bath,” jelasnya.

(jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: