>

Rupiah Bakal Lebih Bergengsi

Rupiah Bakal Lebih Bergengsi

JAKARTA - Pro dan kontra masih mengiringi rencana redenominasi Rupiah. Pihak yang mendukung menilai, redenominasi tidak saja positif bagi penyederhanaan akuntansi, namun juga positif bagi pencitraan Rupiah di dunia internasional.

Ekonom Sustainable Development Indonesia (SDI) Dradjad H. Wibowo mengatakan, nilai tukar Rupiah saat ini memang sudah sangat besar. Sebagai gambaran, 1 dolar Amerika Serikat (USD) sama dengan Rp 9.788.

““Nilai tukar yang besar agak kurang bergengsi. Dengan redenominasi, Rupiah terlihat lebih bergengsi,”“ ujarnya ketika dihubungi Jawa Pos kemarin (24/1).

Menurut Dradjad, gengsi nilai tukar Rupiah tidak sekedar untuk gagah-gagahan. Namun juga berpengaruh pada persepsi dunia internasional terhadap stabilitas nilai tukar.

““Nilai tukar yang 9.000 (per USD) mencitrakan Rupiah sebagai mata uang yang kurang stabil. Padahal, persepsi atas stabilitas nilai tukar ini sangat penting,”“ kata ekonom senior yang juga politikus Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Pada acara Kick Off Konsultasi Publik Perubahan Harga Rupiah \"Redenominasi Bukan Sanering\" di Jakarta Rabu lalu (23/1), Menteri Keuangan Agus Martowardojo juga menyatakan bahwa salah satu alasan perlunya redenominasi adalah nilai tukar Rupiah yang sangat rendah. ““Nilai tukar (Rupiah) kita ini terendah ke dua di ASEAN,”“ ujarnya.

Data Kementerian Keuangan menunjukkan, nilai tukar Rupiah pada 21 Januari 2013 lalu tercatat sebesar Rp 9.788 per USD. Hanya ada satu mata uang, yakni Dong Vietnam yang nilai tukarnya lebih rendah, 20.843 per USD. Selain itu, mata uang negara ASEAN lain jauh lebih kuat dibandingkan Rupiah.

Padahal, menurut Agus, dari sisi ukuran ekonomi, Indonesia adalah yang terbesar di ASEAN. Hal itu tercermin dari besaran produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang mencapai USD 845,6 miliar, jauh di atas negara lain seperti Thailand USD 345,65 miliar, Malaysia USD 278,68 miliar, Singapura USD 259,85 miliar, dan Filipina USD 213,12 miliar. ““Jadi, nilai tukar Rupiah saat ini tidak mencerminkan kondisi fundamental ekonomi kita yang baik,”“ jelas mantan Dirut Bank Mandiri tersebut.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution menambahkan, nilai tukar merupakan salah satu parameter yang dilihat oleh orang asing ketika datang ke Indonesia. Karena itu, ketika ada wisawatan asing menukarkan mata uang mereka ke Rupiah, persepsi terhadap Indonesia akan langsung terbentuk.

““Begitu dia belanja atau membayar taksi dan mendengar harganya (atau tarifnya), maka langsung pandangan atas Indonesia jatuh, karena dia berhadapan dengan harga yang beratus-ratus ribu,”“ paparnya.

Dukungan atas redenominasi Rupiah juga datang dari dunia perbankan. Ketua Persatuan Bank Umum Nasional (Perbanad) Sigit Pramono mengatakan, redenominas akan sangat bermanfaat untuk menyederhanakan nominal transaksi dunia perbankan. ““Dari sisi praktis, struk pembelian saat belanja juga akan lebih sederhana karena berkurang tiga digit,”“ ujarnya.

Dukungan juga pernah disampaikan oleh Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito, menurut dia, redenominasi akan menjadikan perdagangan bursa berjalan lebih efisien. Dia menyebut, di BEI terjadi lebih dari 120 ribu transaksi dengan transaksi Rp 4 triliun per hari. ““Kalau nominalnya berkurang tiga nol, maka akan lebih efisien,”“ katanya.

Namun demikian, ada pula suara kontra terhadap redenominasi. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Natsir Mansyur mengatakan, redenominasi bisa menyulitkan dunia usaha karena harus menyesuaikan berbagai perhitungan maupun harga baru yang harus bisa diterima oleh konsumen. ““Sekarang ini dunia usaha sedang mengupayakan efisiensi besar-besaran untuk meningkatkan daya saing, jangan diganggu dulu dengan hal-hal lain,”“ jelasnya.

Dradjad H Wibowo menambahkan, elemen terpenting dari tahapan redenominasi adalah sosialisasi, baik kepada masyarakat, aparat pemerintahan, pelaku usaha, termasuk Dewan perwakilan Rakyat (DPR) yang nanti akan duduk bersama pemerintah membahas undang-undangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: