Berpeluang Besar di Parlemen

Berpeluang Besar di Parlemen

PENGAMAT Politik Jambi, Jafar Ahmad saat dimintai tanggapannya mengatakan, para srikandi ini mempunyai peluang yang besar untuk duduk di parlemen.

“Peluang para istri bupati atau walikota ini sangat besar,” katanya.

Dijelaskan Jafar, besarnya peluang para srikandi ini bukan hanya karena ia istri bupati atau walikota. Tapi karena proses politik kita adalah politik transaksional.

“Politik transaksional ini tidak terbangun karena ideologi. Jadi orang memilih bukan persoalan setuju atau tidak setuju, suka atau tidak suka, bukan persoalan hati tapi pragmatik. Yang dilihat itu apa untungnya bagi pemilih,” jelasnya.

Karena politik transaksional semacam itu maka pemilih itu sangat bisa dipengaruhi oleh uang.

 “Ini bagi yang bisa menterjemahkan keuntungan. Keuntungan itu bisa juga macam-macam, bisa berupa jabatan, akses, penghargaan,” katanya.

Maka masyarakat tradisional yang emosional tersebut menganggap ini keuntungan bagi mereka. Karena istri-istri bupati ini punya uang untuk memobilisir masa dan punya kekuasaan, jadi peluangnya sangat besar.

“Termasuk juga pengaruh suaminya. Ini sudah menjadi rahasia umum, untuk melaksanakan kegiatan politik itu para birokrat dilibatkan. Misalnya melibatkan kepala dinas, camat, lurah, kepala desa bahkan sampai RT untuk memenangkan keluarga bahkan istrinya,” sebutnya.

Dicontoh Jafar, hasil surveinya di Kerinci menyatakan, tiga dari empat orang bisa berpengaruh pilihannya karena uang.

“Tiga dari empat orang ini menyatakan pilihan orang bisa terpengaruh karena uang. Dugaan saya di daerah lainnya, di Sarolangun, Batanghari, Kota Jambi dan daerah lainnya juga demikian karena politik kita sudah transaksional,” contohnya.

Maka untuk duduk di parlemen, para srikandi ini tidak perlu mengeluarkan banyak energinya. “Tidak usah capek-capek membesarkan partai, nomor urut itu juga bisa berhubungan dengan berapa jumlah setoran ke partai, ini sudah menjadi rahasian umum. Pemilih juga cukup diberikan uang, karena pemilih kita memang membutuhkan itu,” tuturnya.

Lantas apakah ada peluang untuk melakukan kecurangan? “Kalau di KPU hampir tidak mungkin bisa mengubah data, selain yang melihat banyak saksi-saksi di bawah juga sudah tau angka-angkanya berapa. Yang paling memungkinkan dimainkan itu ditingkat PPS,” tandasnya.

“DPT kita itukan sebenarnya bermasalah, dalam satu TPS itu paling tidak ada 10 persen yang namanya fiktif, karena sudah pindah atau meninggal dunia. Ditambah 10-15 orang tidak datang ke TPS, berarti ada sekitar 20-25 persen surat suara yang tidak terpakai, ini bisa dipakai oleh orang di TPS untuk dimanipulasi.

Jadi jika ada satu TPS yang 95-100 digunakan pemilih, ini perlu dipertanyakan. Hampir tidak mungkin TPS yang bisa mencapai jumlah 100 persen. Jadi bagi yang punya kekuasaan bisa bermain,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: