>

Hartati Divonis 2,8 Tahun

Hartati Divonis 2,8 Tahun

JAKARTA -  Bos PT Hardaya Inti Plantation (HIP), Siti Hartati Murdaya tidak berhasil membuktikan tangannya bersih dari kasus suap kepada mantan Bupati Buol, Amran jBatalipu. Kemarin, dia divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Hartati harus meringkuk dibalik terali besi selama 2,8 tahun.

                Dalam sidang yang dipimpin oleh Gusrizal itu, majelis hakim menyebut kalau Hartati terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindakan korupsi secara bersama. Dia disebut telah melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KHUP. \"Terdakwa dihukum 2 tahun 8 bulan,\" kata Gusrizal.

                Tidak hanya itu, hakim juga menghukum pengusaha itu dengan denda Rp 150 juta kalau tidak mau hukumannya ditambah tiga bulan. Pengadilan menyebut hal yang memberatkan Hartati karena dianggap menciderai pemerintahan dengan suap. Sedangkan hal yang meringankan, Hartati dianggap berjasa dalam membangun perekonomian Buol.

                \"Selama persidangan terdakwa juga bersikap sopan, dan belum pernah dihukum,\" imbuhnya. Dari persidangan juga diketahui kalau Majelis Hakim kerap menolak pledoi yang disampaikan Hartati dan kuasa hukumnya. Salah satunya, bukti bahwa Hartati pernah melakukan komunikasi telepon dengan Amran Batalipu.

                Perbincangan tersebut mendesak agar Amran menyelesaikan surat pengurusan lahan hanya dalam 1 minggu. Tapi, Amran yang saat itu sedang cuti pilkada meminta tambahan waktu hingga masa kampanye selesai. \"Desakan itu membuat majelis menilai bahwa terdakwa tidak berbasa-basi,\" katanya.

                Hakim mengurai kalau pemberian sebesar Rp 3 miliar melalui perantara pegawainya untuk pengurusan lahan. Rp 2 miliar disebut untuk mendapatkan rekomendasi izin usaha dan hak guna 4,500 meter lahan atas nama PT Cipta Cakra Murdaya (CCM). Versi hakim, itu tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria nomor 2 tahun 1999.

                Meski demikian, vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya. Dalam persidangan awal Januari lalu, jaksa menuntut Hartati dengan hukuma lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider empat bulan penjara.

      Sementara itu, Hartati memilih untuk pikir-pikir atas putusan hakim. Namun, dia mempertanyakan tentang pengobatan atas kesehatannya yang terganggu. Hakim tidak bisa berbuat banyak dan meminta terdakwa berkordinasi dengan jaksa karena berobat adalah hak. \"Yang mulia, saya pikir-pikir terlebih dahulu, dan berobat saya diperkenankan berlanjut,\" katanya.

      Usai sidang, Hartati mengaku sangat kecewa dengan jalannya persidangan. Sebab, dia merasa tidak bersalah. Hartati juga mengatakan kalau dirinya adalah korban kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Termasuk dengan UU Tipikor yang disebutnya tidak tepat dikenakan padanya.

      Dia bersikukuh kalau uang tersebut untuk sumbangan pilkada, bukan untuk suap. Benar kalau uang itu dari perusahaannya, tetapi dia tak pernah menyetujui. Oleh sebab itu Hartati kecewa hakim tidak melihat fakta itu.

(dim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: