PP Tembakau Bisa Tekan Harga Jual
SURABAYA-Impian para petani tembakau untuk meraup untung tahun ini terancam hilang. Pasalnya, Pengesahan Peraturan Presiden (PP) dinilai bisa saja menekan harga jual emas hijau. Padahal, kebijakan pembatasan itu baru berlaku pada tahun 2014.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jatim Amin Subarkha mengatakan, imbas langsung yang dihadirkan oleh PP tersebut belum terjadi. Namun, mental para petani tembakau sudah mulai menurun oleh spekulasi yang terjadi di pasaran. \"PP Tembakau sebenarnya baru diterapkan 18 bulan setelah pengesahan. Nah, secara logika, seharusnya tidak ada imbas yang ditimbulkan tahun ini. Tapi, kami takut pihak pembeli menggunakan isu PP sebagai cara tekan harga jual tembakau,\" ujarnya dalam acara Forum Penyerlamatan Kretek Sebagai Produk Asli Indonesia di Surabaya kemarin (14/2).
Dia mengatakan, ketakutan tersebut semakin menguat dengan kondisi panen 2012. Saat itu, para petani tembakau di Jatim harus menelan ludah setelah harga jual tembakau rata-rata menjadi Rp 17 ribu per kg. Angka itu turun drastis dari rata-rata harga jual tembakau yang mencapai Rp 30 ribu per kg.
\"Harga jual tahun lalu sangat rendah. Jika dihitung, ongkos penanaman tembakau mencapai Rp 25 juta per hektar. Sedangkan, satu hektar rata-rata menghasilkan 1.200 kg. Itu artinya ongkos produksi tembakau itu Rp 21 ribu per kg. Padahal, normalnya, margin laba kami harus mencapi 30 persen untuk memulai panen tahun depan. Satu-satunya alasan mengapa mereka berani jual murah adalah agar semua pasokannya terserap,\" rincinya.
Amin tak menampik, faktor utama jatuhnya harga jual tembakau Jatim bukan karena isu kebijakan. Melainkan, mengenai suplai yang terlalu banyak. Dia menjelaskan, petani tembakau Jatim memanen 122 ribu ton tembakau pada area seluas 150 ribu hektare. \"Memang, luasnya naik 30 ribu hektare dari luas lahan yang biasanya. Hal itu terjadi karena banyak petani yang menanam pertama kali karena mendapat dana pengembangan tembakau,\" imbuhnya.
Namun, kemungkinan para pengusaha menekan harga jual masih kuat. Sebab, beberapa poin dari PP 109 tahun 2012 itu diyakini membuat para produsen rokok berpikir dua kali membeli produk lokal. \"Misalnya, pasal 9 yang mengatakan importasi tembakau dengan pajak 0 persen. Ini sudah pasti membuat harga kami lebih mahal dan otomatis kami harus rela jual murah lagi,\" ujarnya.
Karena itulah, Amin berharap pemerintah bisa memberikan jaminan keaman bagi para petani. Entah dengan memberi alternatif penyerapan atau mengubah beberapa kebijakan di PP Tembakau sebelum diterapkan tahun depan. \"Kalau alternatif saya rasa belum bisa terwujud dalam waktu dekat, karena sampai saat ini pun masih penelitian. Nah, masalah perubahan kebijakan ini sudah pernah kami diskusikan dengan Badan Intelijen Negara (BIN). Mereka setuju meskipun tak mungkin semuanya dirubah,\" jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Kadin Jatim Deddy Suhajadi ikut mendukung sikap tersebut. Pasalnya, PP tersebut justru membuat impor tembakau semakin menguat di negara lumbung tembakau. Menurut kalkulasi, Industri rokok di Indonesia masih butuh 300 ribu ton tembakau. Sedangkan, produksi tembakau nasional Indonesia masih di angka 200 ribu ton.
\"PP itu terlihat ingin menekan produksi tembakau lokal dengan membuat standart. Tapi, efek yang terlihat justru impor tembakau bakal terus naik. Soalnya, Industri rokok belum menunjukkan tanda-tanda melambat dalam harl produksi,\" jelas pria yang juga menjabat sebagai Ketua Pokja Penyelamatan Kretek tersebut.
Dia menegaskan, penghambatan industri rokok itu bisa jadi bumerang terutama bagi Jatim. Pasalnya, sudah terlalu banyak orang yang menggantungkan hidupnya di sektor ini. Apalagi, belum ada jaminan bagaimana tenaga kerja tersebut disalurkan jika memang industri tembakau dan rokok menurun. \"Tenaga kerja produksi tembakau saja sekitar 600 ribu orang. Sedangkan pekerja pabrik rokok mencapai 200 ribu orang,\" terangnya.
(bil)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: