Nasib Anas Ditentukan Hari Ini

Nasib Anas Ditentukan Hari Ini

JAKARTA – Setelah tertunda-tunda, gelar perkara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menentukan status hukum Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, bakal dihelat hari ini (22/2). Gelar perkara tersebut membahas ujung penyelidikan adanya dugaan aliran dana dari proyek Hambalang kepada penyelenggara negara.

                “Sudah diputuskan, semoga tidak mundur lagi, akan dilakukan gelar perkara pada hari Jumat besok (hari ini, Red). Gelar ini akan melihat sejauh mana temuan dari tim yang melakukan penyelidikan kasus Hambalang,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi S.P di kantornya kemarin (21/2).

                Johan menegaskan proses hukum tersebut tidak terkait dengan hiruk-pikuk politik. Jadwal gelar perkara juga tidak terkait dengan dinamika internal di Partai Demokrat. “KPK sama sekali tidak ada kaitan dengan urusan politik atau partai,” ujar Johan.

                Di penyelidikan adanya dugaan aliran dana, Anas terseret dugaan penerimaan mobil Toyota Harrier, yang dananya diduga dari PT Adhi Karya Tbk, perusahaan negara yang memenangi tender proyek Hambalang.  Mobil tersebut dibeli dari dealer PT Duta Motor, Pecenongan, Jakarta Pusat, pada 12 September 2009. Nilai pembeliannya Rp 670 juta. Pembelian dilakukan atas perintah bos Grup Permai M. Nazaruddin dengan cek senilai Rp 520 juta. Sedangkan sisanya dilunasi dengan tunai. Kuasa hukum Anas, Firman Wijaya, menyebut mobil berplat B 15 AU tersebut dibeli Anas dari Nazaruddin dengan cara mencicil.

                KPK sudah menyidik kasus korupsi dalam proses pengadaan dengan tersangka mantan Menpora Andi Mallarangeng dan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar. “Dari awal KPK menegaskan kasus ini tidak akan berhenti pada dua tersangka tersebut,” ujarnya.

                Di sisi lain, kekisruhan proses pembuatan draf surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) atas nama Anas, berujung pada pembentukan Komite Etik. Tim khusus dari Kedeputian Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat menyimpulkan salinan draf yang beredar ke publik tersebut, diduga berasal dari KPK. “Pimpinan KPK memutuskan menindaklanjuti temuan tim pengawas internal dengan membentuk Komite Etik,” kata Johan.

                Dengan pembentukan Komite Etik, penyelidikan terhadap pembocor tersebut dipastikan akan mengarah ke unsur pimpinan. “Karena dibentuk Komite Etik, dilakukan penelusuran menyeluruh, tidak hanya pegawai, tapi unsur pimpinan,” ujar Johan.

                Komite Etik akan dibentuk paling lambat pekan depan. Jumlah anggota mencapai 5-7 orang, yang terdiri atas pimpinan yang tidak terkait penyelidikan, penasihat KPK, serta pihak dari luar. Belum ada putusan tentang komposisi Komite Etik tersebut.

                Johan memastikan, pengusutan pembocor sprindik tersebut tidak akan mengganggu substansi penanganan kasus Hambalang. “Kita tetap memastikan jangan sampai substansi pemberantasan korupsi terpinggirkan,” katanya.

                Bocornya draf sprindik tersebut sebetulnya memang bukan hanya terkait masalah proses penanganan perkara. Secarik kertas yang menentukan nasib Anas tersebut, bocor ke publik bersamaan dengan keputusan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merespons jebloknya keterpilihan partai pemenang Pemilu 2009 itu. Selaku ketua majelis tinggi partai tersebut, SBY meminta Anas lebih berkonsentrasi menghadapi masalah hukum di KPK.

                Pada Jumat (8/2) sore, kepada wartawan, Ketua KPK Abraham Samad mengklaim seluruh pimpinan sudah menyepakati Anas menjadi tersangka. Namun menurut Samad, belum semua pimpinan membubuhkan paraf karena tengah di luar kota. Malam harinya, SBY membonsai kewenangan Anas sebagai ketua umum partai.

                Draf sprindik tersebut ditandatangani Ketua KPK selaku penyidik. Untuk menerbitkan sprindik tersebut, dibuatkan salinan draf yang membutuhkan paraf sejumlah pejabat berotoritas. Dalam peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan –seperti dalam kasus Anas- dibutuhkan paraf direktur penyelidikan, direktur penyidikan, deputi penindakan, ketua satgas, dan lima pimpinan.

Di unsur pimpinan, selain Samad, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain telah membubuhkan paraf. Namun selang sehari, Adnan mencoret paraf tersebut.

Konfirmasi tim khusus dari pengawas internal yang menyebut salinan dokumen tersebut diduga asli, sebenarnya semakin memperlihatkan bahwa status tersangka untuk Anas tinggal menunggu waktu saja. Ditanya mengenai hal tersebut, Johan menjawab diplomatis. “KPK itu kumpulan manusia. Bukan Tuhan yang menentukan nasib seseorang.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: