Belly Dijanjikan Fee 10 Persen
Tuding Kasi di Dirjen Kementrian Perhubungan
JAMBI – Terdakwa kasus dugaan korupsi pengerukan alur Sungai Batanghari, Jambi Belly Picarima mengakui dijanjikan fee 10 persen dari nilai proyek pengerukan yang mencapai Rp 7,7 M.
Hal ini diungkapkan Belly dalam sidang lanjutan di pengadilan Tipikor Jambi, Kamis (21/2) kemarin.
Sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek pengerukan, ia mengaku telah menandatangani kontrak dan mencairkan dana pengerjaan proyek dari termin pertama sampai ketiga. Padahal, pengerjaan belum selesai 100 persen.
Menurut Belly, ia menandatangani dokumen tersebut atas perintah pimpinan, yaitu oknum yang menjabat sebagai Kepala Seksi, di Dirjen Kementerian Perhubungan Laut, yang berkantor di lantai 15.
”Kalau namanya saya tidak tahu, dia Kasi di Kementerian Perhubungan Laut, di lantai 15. Saya dijanjikan fee 10 persen,” ujar Belly.
Walaupun sudah mengaku menandatangani yang salah dan melawan hukum, Belly mengaku bukan disengaja. “Saya hanya khilaf dan tidak disengaja,” kata Belly. Namun, majelis hakim menilai perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja. “Ini ada unsur disengaja, karena saudara dijanjikan fee 10 persen,” kata ketua mejelis hakim Nelson Sitanggang.
Mendengar ungkapan ketua majelis tersebut, Belly hanya terdiam. “Jadi bagaimana, apakah saudara merasa bersalah?” tanya Nelson. \"Salah, saya yang tanda tangan mau diapakan lagi. Kalau memang salah apa pun yang terjadi, ya saya terima,\" jawab Belly pasrah.
Begitu juga, saat ditanya jaksa penuntut umum, tentang pencairan yang dilakukan hanya berdasarkan laporan konsultan pengawas PT Hexaguna, tanpa mencroscek kebenarannya. Belly juga menjawab pasrah. \"Secara jujur, saya sudah tanyakan. Sudah lah saya terima (tuduhan), mau apa lagi, ini sudah diproses hukum,\" kata Belly lagi dengan nada sendu.
Hanya saja, Belly membantah menerima cek Rp 75 juta dari Wahyu Asoka. Ia hanya mengakui menerima THR dan natalan sebesar Rp 10 juta. \"THR dan Natalan ya ada,\" ungkap Belly.
Terdakwa Billy Picarima dikenakan dakwaan sesuai dengan pasal 2 dan 3 ayat 1 jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 66 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam sidang kemarin, Jaksa tidak bisa menghadirkan tiga saksi, karena ketiganya adalah tersangka dalam kasus ini dan saat ini sudah menjadi DPO.
Ketiga saksi yang tidak bisa dihadirkan JPU dalam persidangan yang merupakan DPO dari kejaksaan yakni Arief Hidayat Direktur Multi Haksa Guna Karya, Gerry Iskandar, Toha Maryono dari PT Lince.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: