>

Memaknai Lepasnya Pulau Berhala

Memaknai  Lepasnya Pulau Berhala

(Pembelajaran Dalam Pengelolaan Pulau Terpencil di Provinsi Jambi)

 Oleh : Drs. H. Navarin Karim, M.Si            

Gubernur Jambi mengatakan bahwa masyarakat Jambi harus menerima   keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah memutuskan bahwa Pulau Berhala masuk dalam Kabupaten Lingga Propinsi Kepri (Kepulauan Riau). Pemda Propinsi Jambi baik pada masa kepemimpinan Bapak Hasan Basri Agus (HBA) maupun sebelumnya telah berupaya secara hukum memperjuangkan agar Pulau Berhala masuk dalam wilayah Propinsi Jambi. Pertanggungjawaban secara terbuka kepada masyarakat ini harus kita berikan apresiasi, karena dapat menyejukkan masyarakat Jambi umumnya dan masyarakat kabupaten Tanjab Timur khususnya sehingga tidak menimbulkan gejolak pasca keputusan Mahkamah Konstitusi. Walaupun masyarakat Jambi dapat menerima kenyataan ini, kita berharap hendaknya Pemda Provinsi Jambi dapat mengambil pembelajaran yang sangat berarti dari keputusan MK ini.  Dengan kata lain tamparan ini jangan terjadi dua kali untuk pulau-pulau lainnya yang berada jauh dari pandangan langsung. Keputusan MK memenangkan Kepri atas kepemilikan pulau Berhala dapat pula kita dimaknai sebagai berikut :

Pertama : Lepasnya pulau Berhala dianggap tidak merugikan provinsi Jambi. Kenapa MK berkata demikian? Mungkin MK punya fakta bahwa Provinsi Jambi tidak mengawal dan memelihara pulau tersebut sebaik mungkin, tetapi sebaliknya Kepri lebih agresif dan melakukan pengawalan pemeliharaan terhadap pulau tersebut. Fakta yang mengejutkan apa yang dikemukakan oleh mantan  Kepala Dinas Parawisata Propinsi Jambi, pernah mengatakan bahwa Dinas Pariwisata Jambi tidak menganggarkan untuk pengelolaan parawisata pulau berhala tahun 2011. Artinya, pulau berhala yang punya  potensi ekonomi ini belum dipandang sebagai sumber PAD sebelumnya, sehingga infrastruktur tidak dilengkapi sebagaimana mestinya.  Kedua. Secara penguasaan fisik, penduduk yang berasal dari Kepri lebih banyak ketimbang masyarakat yang berasal dari Propinsi Jambi. Ketiga. Tidak optimalnya pendekatan politik yang dilakukan. Selain pendekatan hukum, mestinya pendekatan politik juga seharusnya harus dimainkan. Bukankah   kader terbaik Jambi yang mempunyai basis partai yang sama dengan  penguasa pusat. Penyelesaian konflik sebenarnya dapat lebih efektif jika melibatkan penguasa. Menurut Rod Haque et al dalam (Miriam Budiarjo, 2007 : 11) : Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok mencapai keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan diantara  anggota-anggotanya (politics is the activity by which groups reach binding collective decision through attempting to reconcile differences among their members). Keempat : Pertimbangan lain dari MK tidak lain adalah berkaitan dengan kesejahteraan  dan pelayanan masyarakat. Ketika pulau ini oleh keputusan Mendagri dinyatakan statusquo, maka fasilitas tower untuk menangkap signal dalam komunikasi handphone tidak dioperasikan lagi. Ternyata fasilitas ini diadakan oleh pemda Kepri, belum lagi pelayanan kesehatan : para medis yang berasal dari Kepri banyak yang ditarik kembali.  Disamping makna tersebut : hikmah lain yang dapat kita petik : Allah mungkin menghendaki pemda Jambi lebih focus menghadapi persoalan internal yang sedang dihadapi oleh masyarakat Jambi yaitu persoalan banjir, kemacetan lalu lintas  dan pengangguran.   Persoalan yang nampak di depan mata saja belum tuntas, apalagi yang jauh dari pandangan.

Rekomendasi

Agar pulau yang jauh dari pandangan mata, namun masuk wilayah Provinsi Jambi hendaknya terus dikawal dan dipelihara dengan cara :

Pertama. Pulau terpencil tersebut segera dikondisikan seolah ada kehidupan disana, misalnya : menempatkan TNI di pulau-pulau terpencil. Dengan penempatan TNI di pulau terpencil tersebut, maka selain menjaga perbatasan internal juga menjaga perbatasan eksternal dari gangguan Negara yang berhadapan  dengan perbatasan Indonesia.

Kedua. Mengisi penduduk di pulau tersebut, dimana sebelumnya difasilitasi dengan pusat-pusat pelayanan, seperti : Puskesmas, pemasangan tower untuk menangkap signal  sehingga masyarakat dapat berkomunikasi keluar, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, pasar tradisional/pasar modern sehingga mayarakat di pulau terpencil dapat memenuhi kebutuhan.

Ketiga. Menempatkan mahasiswa KKN di daerah tersebut secara reguler dan terprogram, sehingga di pulau tersebut terkesan ada kehidupan. Disamping itu dengan adanya mahasiswa KKN, manfaat yang dapat dirasakan adalah mereka dapat diberdayakan mengawal pulau tersebut dan melakukan penyuluhan sehingga masyarakat di pulau terpencil dapat diperkenalkan dengan kehidupan modern. Pola penempatan mahasiswa KKN di pulau terpencil ini sudah dilakukan oleh Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.

Keempat. Memasukkan dalam APBD Propinsi dan Kabupaten biaya pemeliharaan pulau-pulau terpencil tersebut.

Kelima. Mengadakan kegiatan-kegiatan di pulau-pulau terpencil tersebut, seperti kegiatan kemah pramuka yang bekerja sama dengan Polres/Polsek terdekat untuk pengamanannya.

--------------------------

Penulis adalah Dosen PNSD Kopertis Wil. X dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Nurdin Hamzah Jambi

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: