>

Masyarakat Adat Melayu Merasa Didzolimi

Masyarakat Adat Melayu  Merasa Didzolimi

JAMBI- Masyarakat adat melayu Jambi merasa terdzolimi atas lepasnya pulau berhala yang notabenenya adalah salah satu sejarah peradaban Jambi, bisa dengan mudah lepas kepada Kepri. Laskar Melayu Jambi (Lamaja) meminta pemprov untuk kembali melakukan uji materi pembentukan kabupaten Lingga.

\"Kita minta pemprov mengajukan uji materi lagi terhadap undang-undang pendirian kabupaten provinsi Kepri dan juga Kabupaten Lingga. Walau putusan MK sudah incraht namun kita minta pemprov bersikap dan manfaatkan kelemahan putusan dari itu. Kami merasa terdzolimi,\" kata Ketua Dewan Penasehat Lamaja, Taufik RH.

Dirinya meminta kasus ini dimediasi kembali dengan melibatkan orang-orang adat, tokoh jambi, ahli waris dan keturunan raja Datuk Paduko Berhalo yang dimakamkan di pulau berhala itu. \"Apakah kita minta tinjau lagi pembentukan kabupaten lingga. Kita lakukan uji materil. Kalau perlu maju ke mahkamah internasional kalau memang uji materil tak bisa dilakukan. Itu kongkritnya,\" tambahnya.

Senin mendatang, Lamaja akan menggelar aksi damai di DPRD Provinsi Jambi. Pasalnya, DPRD Provinsi Jambi seperti tak bersikap dalam kasus ini. “Kita bertekad besar. Kita hormati putusan MK itu, namun kita harus bersikap dan mencari solusi. Kita harus beri masukan yang baik dan apa solusi terbaiknya,” katanya.

Pihaknya juga meminta agar Pemprov melakukan pembentukan tim advokasi yang baru untuk memperkuat tim advokasi yang ada saat ini. “Melibatkan ahli tata negara, ditambah tokoh masyarakat UNJA dan IAIN serta masyarakat adat melayu Jambi. Kita tak mau MK memutus ini dengan alasan yang dibuat-buat,” tambah Abdul Mukti, Ketua Umum DPP Lamaja.

Sementara itu, salah satu pengurus yang mengaku dirinya sebagai keturunan dan ahli waris raja Jambi, Datuk Paduko Berhalo, yakni Raden Ahmad Ramli, dalam kesempatan itu mengemukakan dengan tegas, jika Pulau Berhalo harusnya tak dilepas. Persoalan lepasnya pulau berhala ini, menurut dia, sebenarnya bukan persoalan gengsi antar daerah.

“Pemerintah harusnya memikirkan masyarakat adat melayu Jambi. Apa perasaan setelah ada putusan MK. Seakrang dikaitkan persoalan antara pemerintah, kalau dipandang kita sesama di dalam NKRI. Jadi pulau itu untuk apa dimasalahkan, paling untung ruginya soal aset. Namun persoalan masyarakat adat melayu jambi bagaimana perasaan mereka,” ungkapnya.

Dengan adanya putusan MK ini, katanya, dia sebagai masyarakat adat melayu Jambi mengaku sangat dizolimi. “Sejarah dan datuk Paduko berhalo adalah penyebar islam pertama masuk Jambi. Itu tak bisa dipungkiri, syiarnya hingga ke Sumatera Barat. Kepemilikan ini dikaji harusnya dari adat yang sebenarnya adat. Menurut adat kita, pulau itu adalah milik kita. Perkembangannya, kalau bicara peta zaman Belanda dan Inggris, itu tak bisa dijadikan bukti kepemilikan,” tegasnya.

“Kita memiliki itu sejak lama, jauh sebelum itu (keluarnya eta zaman belanda dan Inggris, red). Kok bisa sekarang menghilang. Kami merasa dizolimi soal putusan MK ini,” tambahnya.

leh karenanya, dia berharap pemerintah tak tinggal diam atas putusan MK ini. Bahkan bila perlu hingga sampai di tingkat mahkamah internasional. “Kami akan tuntut pemerintah untuk mempertanyakan perkembangan ini. Yaitu pemerintah pusat, khususnya di MK. Apakah hukum yang diletakkan dan pantaskah diletakkan. Jangan berfikir batas Provinsi saja sengketanya. Namun perhatikan masyarakat adat. Menurut UU, sengketa seperti ini harus ada diputuskan sesuai dengan kalau masih ada masyarakat adatnya,” tegasnya.

Aswan Hidayat, Sekretaris DPP Lamaja menambahkan, pihaknya juga merasa kecewa yang hingga saat ini, pihak lembaga adata melayu Provinsi Jambi belum memperlihatkan tindakannya. “Selama ini, sudah 8 hari, lembaga adat melayu Jambi juga sama sekali tak mengambil silkap. Apa yang sudah dilakukan, tak ada. Harusnya sebagai lembaga adat, ini menyangkut adat, dia bersikap,” tandasnya.

(wsn)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: