Tanpa Neneng, Hakim Vonis 6 Tahun

Tanpa Neneng, Hakim Vonis 6 Tahun

JAKARTA - Terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2008, Neneng Sri Wahyuni divonis 6 tahun penjara. Dia harus membayar mahal sikapnya yang tak kooperati selama ini. Termasuk, upaya melarikan diri ke Malaysia saat masuk daftar pencarian orang (DPO).

                Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Tati Hadiyanti mengatakan kalau dosa Neneng dalam kasus pengadaan PLTS itu cukup banyak. Neneng dinilai kerap mengabaikan panggilan penyidik KPK dan tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. Yang meringankan, Neneng masih memiliki tanggungan anak kecil.

                \"Terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana penjara 6 tahun dan denda Rp 300 juta,\" ujarnya. Jika denda tersebut tidak dibayar, maka hukuman penjara istri M. Nazaruddin tersebut ditambah 6 bulan.

                Tidak hanya itu, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Neneng berupa uang pengganti. Dia harus \"mengembalikan\" uang Rp 800 juta selambat-lambatnya satu bulan kedepan. Jika tidak dibayar, harta kekayaan Neneng akan disita dan dilelang. Kalau tetap tidak dipenuhi, penjara ditambah satu tahun.

                Dalam berkas yang dibacakan bergantian oleh lima hakim, diketahui uang Rp 800 juta itu merupakan hasil memperkaya diri dari pengadaan PLTS. Disebutkan kalau uang tersebut dicairkan oleh seseorang bernama Ivan dan di transfer ke rekening Neneng yang menjabat sebagai Direktur Keuangan PT Anugerah Nusantara.

      Neneng dinilai terbukti telah mengintervensi pejabat pembuat komitmen dalam penentuan pemenang lelang. Intervensi dilakukan dengan memerintahkan Marisi Matondang untuk mempengaruhi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Timas Ginting dan panitia pengadaan. \"Tujuannya, untuk memenangkan PT Alfindo Nuratama Perkasa sebagai peserta lelang,\" lanjut hakim.

      Setelah itu, Timas pun memerintahkan dua panitia pengadaan, Agus Suwahyono dan Sunarko untuk mengubah hasil angka komponen pengujian PT Alfindo Nuratama Perkasa. Tidak hanya itu, setelah PT Alfindo dinyatakan sebagai pemenang, oleh Neneng pekerjaan itu malah dialihkan ke PT Sundaya Indonesia.

      Itu terjadi setelah ada pertemuan antara Neneng, M Nazaruddin, Marisi Matondang dan Mindo Rosalina Manullang dengan dua wakil dari PT Sundaya. Mereka adalah Rustini selaku Dirut PT Sundaya Indonesia dan M Arif Lubis, staf marketing di kantor Anugrah Nusantara sekitar September atau Oktober 2008.

      Kesepakatannya, pekerjaan utama pengadaan dan pemasangan PLTS tahun 2008 dilakukan oleh PT Sundaya Indonesia. Nilainya, mencapai Rp 5,2 miliar atau lebih murah dari yang dimenangkan PT Alfindo sebesar Rp 8,04 miliar. Bisa dikatakan, selisih Rp 2,7 miliar merupakan kerugian negara dalam perkara itu.

      Ada yang menarik dalam vonis itu. Majelis hakim membacakan vonis di depan kursi kosong terdakwa. Sebab, sebelumnya Hakim Tati Hadiyanti telah meminta Neneng keluar pengadilan untuk berobat setelah mengeluh sakit. \"Sesuai UU Kekuasaan Kehakiman, putusan bisa diucapkan tanpa kehadiran terdakwa,\" imbuhnya.

      Hakim sempat ragu dengan pengakuan sakit perut yang disampaikan Neneng. Maklum, perempuan itu sudah dua kali dibantarkan ke Rumah Sakit dan cepat sembuh. Malah, Tati mengatakan kalau hari ini dibantarkan maka sorenya sembuh lagi. Sementara masa penahanan Neneng juga sudah memasuki tahap akhir.

      Apalagi, saat ditanyakan kepada jaksa penuntut umum (JPU), dokter KPK menyatakan kalau kondisi Neneng bisa mengikuti persidangan. Itu berdasar dengan pemeriksaan dokter KPK sebelum Neneng memasuki ruang sidang. \"Pagi tadi (kemarin, red) sudah minta periksa dokter. Kesimpulannya, bisa melanjutkan (sidang),\" kata JPU.

      Namun, kuasa hukum Neneng, Rufinus Hutauruk keberatan. Dia menilai kliennya bukan beralasan sakit. Dikatakannya kalau Neneng memiliki maag akut dan perutnya tidak bisa diajak kompromi untuk melanjutkan sidang. Akhirnya, seluruh kuasa hukum meninggalkan sidang karena tak sepakat sidang digelar tanpa kehadiran terdakwa.

(dim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: