PLN Diminta Tak Monopoli

PLN Diminta Tak Monopoli

               JAKARTA  -  Sidang pengujian pasal 10 ayat 3 dan 4 Undang Undang (UU) nomor 30/2009 tentang Ketenagalistrikan terhadap pasal 27 ayat 2, pasal 28C ayat 1, dan pasal 28H ayat 1 UUD 1945 tinggal menunggu putusan. Para saksi ahli dan pemerintah dihadirkan dalam gugatan yang menginginkan pengelolaan listrik secara otonomi di masing-masing daerah itu di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), kemarin.

                Dalam sidang terakhir untuk agenda mendengarkan keterangan saksi itu hadir sebagai ahli yakni Dosen Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik UGM, Tumiran yang menjelaskan mengenai Usaha Penyediaan Ketenagalistrikan, dan saksi dari Pemerintah, Direktur Utama Bright PLN Batam, Dadan Kurniadipura.

                Dadan mengatakan, tentang pengelolaan, wilayah usaha, syarat penetapan izin usaha penyediaan tenaga listrik, dan mekanisme penetapan wilayah usaha penyedia tenaga listrik di Batam ada lima wilayah usaha penyedia tenaga listrik. Selain PLN Batam, ada empat usaha penyedia tenaga listrik lainnya. Keempatnya, yaitu PT Tunas Energi, PT Panbil Utilitas Sentosa, PT Batamindo Investment Cakrawala, dan PT Pembangunan Kota Batam/Kabil. \"Semuanya memiliki izin usaha ketenagalistrikan,\" ujarnya di persidangan yang dipimpin ketua MK, Akil Mochtar itu.

                Setiap usaha penyedia ketenagalistrikan, kata Dadan, memiliki wilayah usaha masing-masing. Tiap pemegang Izin Usaha Penyedia Tenaga Listrik (IUPTL) memiliki lokasi dan kapasitas penyediaan listrik masing-masing. PT PLN Batam memiliki wilayah usaha di Barelang dengan kapasitas 310 Megawatt sejat tahun 2000. Kemudian PT Pembangunan Kota Batam memiliki wilayah usaha di Kabil dengan kapasitas 100 Megawatt yang diajukan sejak November 2010. PT Panbil Utilitas Sentosa memiliki wilayah usaha di Muka Kuning sebesar 24 Megawatt sejak 20 Juli 2001, dan PT Tunas Energi memiliki wilayah usaha di Batam Center dengan kapasitas energi listrik terkecil, yaitu 21 Megawatt.

                Untuk mendapatkan IUPTL, menurutnya, pengusaha harus memenuhi syarat penetapan izin usaha penyediaan tenaga listrik. Syarat yang harus dipenuhi antara lain syarat administratif dan syarat teknis. Syarat administratif melingkupi identitas perusahaan, profil perusahaan, NPWP, kemampuan pendanaan, surat permohonan rekomendasi kepada Walikota, batasan wilayah usaha, serta analisis kebutuhan dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Sedangkan syarat  teknis, antara lain meliputi studi kelayakan usaha penyediaan tenaga listrik dan lokasi instalasi.

                \"Sebelum kami meminta wilayah usaha kami harus mendapatkan rekomendasi dari pemerintah daerah yakni dari walikota. Persyaratan administrasi juga harus kami penuhi. Wilayah usaha, peta lokasi, dan RUPTL juga harus kami buat untuk mendapatkan rekomendasi wilayah usaha yang selanjutnya dimohonkan kepada pemerintah daerah,\" ulasnya.

       Tarif yang dikenakan penyedia usaha tenaga listrik kepada pelanggan ditentukan oleh pemerintah daerah lewat Peraturan Walikota Batam. Tiap-tiap penyedia usaha tenaga listrik juga ditetapkan tarif yang berbeda-beda tergantung peruntukannya.

                Direktur Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman, mengatakan maksud dari keterangan Dadan adalah untuk menyatakan bahwa dalam satu daerah bisa terdapat lebih dari satu usaha penyedia tenaga listrik. Asalkan wilayah usahanya masing-masing satu saja, tidak boleh bertumpuk.

       \"Dalam sistem kelistrikan, jalur distribusi untuk satu lokasi, harus ada satu perusahaan tidak boleh lebih. Kalau tidak nanti secara nasional efisiensi tidak tercapai,\" kata Jarman.

                Saksi ahli, Tumiran, yang dihadirkan oleh Pemerintah menyampaikan secara umum kondisi ketenagalistrikan di Indonesia cukup memperihatinkan. Untuk 240 juta rakyat Indonesia, ketersediaan listrik hanya 34,5 Gigawatt. Bila dibandingkan dengan Malaysia yang hanya memiliki 26 juta penduduk sudah disuplai dengan 22,5 Gigawatt listrik. Untuk perbandingan, Pulau Sumatra yang memiliki penduduk sekitar 60 juta saja baru disuplai dengan 5 Gigawatt.  \"Bila dihitung-hitung, sekitar 60 juta penduduk Indonesia belum menikmati listrik,\" ungkapnya.

       Gugatan pasal 10 UU nomor 30/2009 itu dilakukan oleh bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Mardani H Maming. Bersama beberapa rakyatnya yang diajak menjadi saksi Mardani mengaku di daerahnya masih banyak yang belum tersentuh listrik. Hakim Akil Mochtar meminta semua pihak menyerahkan kesimpulan masing-masing paling lambat 18 April 2013 untuk segera dilakukan sidang putusan.

(gen)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: