19 SK Hutan Desa di Jambi Terancam Dicabut

19 SK Hutan Desa di Jambi Terancam Dicabut

JAMBI - Sebanyak 19 izin kelola hutan desa yang ada di Provinsi Jambi terancam akan dicabut. Lambatnya penandatanganan hak pengelolaan hutan desa (HPHD) menjadi batu sandungan nasib hutan desa kedepan. Bagaimana tidak ? Jika selama kurun waktu dua tahun dari pemberian izin kelola dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan tak kunjung juga mendapatkan hak pengelolaan, maka dipastikan izin kelolanya akan dicabut. Hal ini, disampaikan Direktur KKI Warsi Rakhmat Hidayat usai acara workshop “Pengarusutamaan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Dalam Implementasi Strategi Rencana Aksi Provinsi REDD+” yang bertempat di Hotel Golden Harvest, Senin, 15 April 2013.

“Ada sekitar 19 izin kelola hutan desa yang terancam akan dicabut ijinnya jika HPHD nya tidak segera ditandatangani Gubernur. HPHD ini diberikan kepada kelompok pengelola hutan desa dan akan menjadi dasar pengelolaan hutan desa ke depannya. Selanjutnya kelompokpengelola juga mengajukan rencana kerja hutan desa dan rencana tahunan nya,” jelas nya.

Rakhmat juga menambahkan seharusnya ada sinergi antara kementerian kehutanan dan dukungan dari pemerintah daerah agar mimpi membangun pengelolaan hutan yang lestari dan masyarakat sejahtera dapat terwujud. “Proses panjang dengan melewati 27 meja di kementerian akan menjadi percuma setelah SK didapat dan tidak ada dukungan dari semua pihak,” imbuh alumni Universitas Andalas ini.

Provinsi Jambi telah terpilih sebagai salah satu provinsi percontohan REDD+ di Indonesia dalam kerangka implementasi dari insiatif antara Pemerintah Indonesia dan Norwegia. Sementara itu, dalam desain Satgas REDD+ menempatkan pengelolaan hutan berbasis masyarakat menjadi pemain utama dalam mekanisme REDD+ . Bernadinus Steni, Working Group InstrumenPendanaan Satgas REDD+ menyebutkan banyak bukti pengelolaan hutan berbasis masyarakat memberikan dampak terhadap pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi. Steni menambahkan,salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan adalah dengan menyusun dokumen Strategi Rencana Aksi Provinsi (SRAP) REDD+ yang telah memasuki tahap akhir. Salah satu strategi prioritas yang diusung dalam dokumen ini adalah memperluas dan mempercepat proses pengusulan izin PHBM serta memberi penguatan kelembagaan ditingkat komunitas.

Perluasan kawasan kelola masyarakat itu melalui berbagai skema PHBM diantaranya Hutan Adat, Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan. Upaya ini diharapakan tidak hanya berkontribusi dalam upaya penurunan emisi dari deforestasi dan degredasi hutan, peningkatan stok dan serapan karbon hutan, serta pengelolaan hutan secara lestari. Namun yang tidak kalah penting adalah upaya-upaya meningkatkan akses dan keberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Dicky Kurniawan, Koordinator Program KKI Warsi menyebutkan PHBM juga dapat menjadi instrumen resolusi konflik untuk menjamin kepastiaan hak dan keadilan tenurial hutan bagi masyarakat yang hidup dan bergantung du dalam dan sekitar kawasan hutan.

“Kita tidak hanya berpikir bagaimana skema PHBM ini sebagai upaya dalam menurunkan emisi dari deforstasi dan degradadi hutan, tapi yang terpenting ini juga alat resolusi konflik yang marak terjadi saat ini,” jelasnya.

(wsn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: