Kerugian Negara Rp 9,8 M

Kerugian Negara Rp 9,8 M

Temuan BPK 2005-2012 

JAMBI- Sebanyak Rp 9, 8 Miliar (M) kerugian negara berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Jambi terhadap Pemprov Jambi belum disetorkan. Dari nilai itu, ada sebanyak 136 rekomendasi dari BPK RI yang belum ditindak lanjuti hingga saat ini.

                Data yang berhasil dihimpun harian ini, nilai ini merupakan temuan BPK RI terhiting sejak tahun 2005 hingga 2012 lalu. Hingga 31 Desember 2012, BPK merekap 252 temuan dengan 652 rekomendasi. Sementara untuk nilai temuan itu sendiri sebesar Rp 401, 517 miliar dengan rekomendasi yang harus disetor senilai Rp 55, 541 M.

Dari jumlah 652 rekomendasi itu, ada sebanyak 516 rekomendasi yang ditindak lanjuti atau sebesar 79,14 persen. Nilainya, Rp 45, 736 M atau 82, 53 persen. Sehingga terdapat sisa rekomendasi yang belum selesai ditindaklanjuti sebesar 136 rekomendasi atau 20, 86 persen dengan nilai Rp 9, 805 M atau 17,65 persen belum ditindak lanjuti dan disetorkan kembali kepada negara.

Informasinya, temuan yang belum selesai ini merupakan temuan di beberapa SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Jambi. Seperti di Dinas Pendidikan Provinsi Jambi soal penyaluran dana beasiswa. Lalu, di Biro Aset, di Dinas PU Provinsi Jambi, temuan atas audit terhadap PT JII dan PT Simota Putra Parayudha (SPP. Lalu juga, temuan pemeriksaan terhadap KPU dan Panwaslu Provinsi Jambi usai pelaksanaan Pemilu Kada Gubernur Jambi tahun 2010 lalu.

Hal ini diketahui dalam rapat penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK RI yang langsung dipimpin Sekretaris Daerah (Sekda)Provinsi Jambi, Ir H Syahrasaddin. Rapat ini dihadiri Inspektur Provinsi Jambi, Ridham Priskap SH MH dan dihadiri seluruh kepala SKPD dilingkup Pemprov Jambi.

Sekda ditemui usai rapat mengaku temuan tersebut. \'Karena mulai tahun 2005 hingga 2012 temuan yang belum selesai masih relatif besar dan tinggal tersisa lagi sekitar Rp 9,8 miliar. Ini yang harus kita tindaklanjuti dan pak Gubernur minta semua SKPD untuk serius menyelesaikan ini. Apalagi ini ada kaitan guna percepatan memperoleh opini WTP sebagai sasaran akhir kita,\' bebernya.

Namun, dia menegaskan jika terlepas dari itu semua, dalam rapat juga dilakukan upaya mengevaluasi apa yang harus dilakukan dalam sistem sehingga semua temuan dan rekomendasi BPK RI bisa diselesaikan. \'Dulu kan pernah dinyatakan, kalau seandainya laporan kinerja akuntabilitas (LAKIP) bagus atau 70 persen dari SKPD bernilai baik, tentu WTP Insya Allah akan tercapai,\' tegasnya.

Kemudian, katanya, Inspektorat Provinsi Jambi diminta punya klinik terkait pengelolaan keuangan, pengelolaan barang. Selain itu juga klinik yang berkaitan dengan kepegawaian. \'Nanti dokternya bisa dari auditor dan juga dari luar, baik dari BPKP Jambi maupun BPKP pusat,\' imbuhnya.

Ditanya apa sebenarnya yang menjadi kendala dalam penyelesaian temuan yang belum selesai itu? Dia enggan menjawab tegas. \'Yang jelas nanti kita akan minta SKPD lebih serius,\' ungkapnya.

Dia juga menyatakan jika selama ini pihaknya terus melakukan penekanan khusus ke tiap SKPD terkait tindak lanjut temuan BPK. Misalnya mengirim surat ke kepala SKPD supaya tidak meninggalkan tempat terkait adanya audit BPK.

\'Itu dikarenakan ketika meninggalkan tempat maka SKPD tidak mampu menjawab dan tidak mampu menggerakkan bawahannya untuk menyelesaikan temuan yang ada. Kecuali SKPD yang sudah mendapatkan izin,\' ungkapnya.

Disinggung soal rekomendasi dari BPK RI yang meminta agar diberikan sanksi sesuai PP 1953 terhadap pejabat atau PNS yang terkait dengan adanya temuan, Syahrasaddin mengaku sudah menerapkan. \'Tapi kalau itu kita terapkan terus menerus akan kasihan pejabat atau PNS-nya. KArena PP 53 itukan tindakan keras dan justru berbahaya jika terus diterapkan. Karena ada penurunan pangkat, penundaan kenaikan pangkat dan golongan, penundaan kenaikan gaji berkala dan sanksi lainnya,” ungkapnya.

Dia menegaskan jika kesulitan SKPD untuk penyelesaian temuan BPK RI itu karena memang beban kerja yang besar-besar. Seperti di Dinas PU terkait aset alat beraat senilai Rp 19 miliar yang tidak jelas keberadaannya. Di Dinas Pendidikan yang terkait beasiswa yang tidak diketahui lagi siapa penerimanya, dan temuan lainnya. \'Kita coba pelan-pelan, karena inikan sejak tahun 2005. Itu persoalannya dan mudah-mudahan bisa tercapai,\' tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: