Minta Bea Impor Dinaikkan
SURABAYA-peternak sapi perah meminta bea masuk susu dinaikkan. Sebab bea masuk susu impor yang dinilai rendah membuat produk lokal menjadi tidak berdaya saing. Saat ini bea masuk susu dikenakan lima persen.
Ketua Bidang Usaha Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jatim Sulistyanto mengatakan susu impor menjadi problem tersendiri bagi daya saing produk lokal. \"Saat ini bea masuk impor lima persen, itu terlalu rendah bagi kami. Karena itu, kami meminta agar bea masuk dapat dinaikkan menjadi lima belas persen,\" ucapnya kemarin (30/4). Sebelumnya pemerintah malah berencana untuk menurunkan bea masuk susu impor menjadi nol persen.
Sulistyanto menuturkan, dukungan terhadap peternak sapi perah dapat dilakukan terutama untuk menaikkan daya saing dengan produk impor. Tapi, lanjut dia, tidak memungkinkan kalau dengan cara menutup keran impor. Sebab, kebutuhan nasional tinggi, sedangkan produksi lokal hanya mampu menyumbang 20 persen. Selama ini sisanya sebanyak 80 persen berasal dari impor.
Keinginan agar bea masuk susu dinaikkan merupakan salah satu poin dari sejumlah permintaan para peternak sapi perah. Selain itu, pihaknya meminta agar ada solusi terkait rendahnya pendapatan para peternak sapi. \"Kalau dihitung-hitung, untuk menghasilkan satu liter susu membutuhkan biaya Rp 3.800 per liter. Itu belum ditambah pakan, tenaga kerja dan lain-lain, sehingga total Rp 4.500 per liter,\" urainya.
Menurutnya, tingginya biaya yang ditanggung peternak sapi perah tidak sebanding dengan harga beli susu. \"Makanya kami ingin ada subsidi dari pemerintah, misalnya subsidi pakan maupun subsidi lain yang dapat meringankan beban peternak sapi perah,\" kata dia.
Kalaupun tidak ada subsidi dari pemerintah, ia menginginkan ada jaminan harga yang mampu mengakomodasi pendapatan peternak sapi perah. Contohnya, pemberlakuan HPP atau harga pokok produksi dan itu disepakati oleh semua pihak, termasuk industri pengolahan susu.
Dikatakan, jaminan pendapatan itu dapat menggairahkan para peternak. Apalagi, saat ini harga daging sapi mahal, sehingga para pemilik sapi perah banyak memutuskan untuk menjual sapi miliknya. Diperkirakan, sekitar 10-12 persen dari total populasi di jatim sudah dipotong. \"Terkait populasi kami juga sedang menunggu hasil sensus yang baru. karena sensus yang lama kami rasa tidak sesuai,\" katanya.
(res/tia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: