SAD 113 Datangi Kantor Gubernur
Desak Pemprov Selesaikan
Pengembalian Tanah Adat oleh PT Asiatic
JAMBI- Ratusan warga Suku Anak Dalam (SAD) 113, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, kemarin (6/5) mendatangi kantor Gubernur Jambi. Masa yang berjumlah kurang lebih 350 orang ini mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi untuk menindaklanjuti kesepakatan bersama antara BPN Jambi, Pemda Jambi, PT Asiatic Persada dan SAD 113.
Hal ini terkait pengembalian tanah adat SAD 113 yang sampai sekarang belum terlaksana, seluas lebih kurang 3550 hektar. Koordinator aksi, Joko Suyitno mengatakan, hasil kesepakatan dengan BPN provinsi Jambi, akan segera dilakukan pengukuran lahan seluas 3350 hektar.
Tapi, sampai hari ini BPN belum juga melakukan pengukuran. \"Kami merasa ada niat tak baik dari perusahaan. Makanya kami minta pemprov untuk cabut izin asiatic. Karena ingkari perjanjian,\"katanya.
Dia menyesalkan sikap BPN yang hanya mengumbar janji saja soal pengukuran.
Ketua PRD Jambi Mawardi, menyebutkan, sebenarnya keputusan enclave sudah disepakati pada 26 maret 2012 yang di tanda tangani Sekda, Komisi 2, Sekda Batanghari, Kakanwil BPN dan Kapolda. Menurutnya, terakhir di Komnas HAM, tanggal 10 juli 2012, disepakati lahan enclaev, dilakukan pengukuran dan biaya di tanggung Asiatic.
\"Perusahaan selalu berdalih. Dan terakhir dengan dalih manajemen baru. Ini sama saja perusahaan tidak menghargai pemerintah. Yang berkuasa perusahaan atau pemerintah. Termsuk aparat yang juga turut ikut menyepakati sudah tak dianggap oleh perusahaan,\"jelasnya.
Sementara, kepala suku SAD 113, Abas Subuk menegaskan pihaknya menganggap PT asiatic sudah keterlaluan. Jika pemerintah tak segera mencabut izinnya, dia mengancam akan melakukan hukumnya sendiri.
\"Kami tak tahan lagi kalau begini terus. kalau pemerintah tidak mampu menyelesaikan, biarkan kami selesaikan menurut hukum rimba. Jgan salahkan kami. Tegakkan hukum seadil-adilnyo,\"katanya.
Staf Ahli gubernur jambi Hamdani mengaku pusing menghadapi masalah itu. Menurutnya, pemerintah sudah bosan mendesak perusahaan melaksanakan hasil kesepakatan. \"Saya juga tidak mau pusing kepala. Saya yakin perusahaan juga tidak mau pusing.
Memang sudah disepakati 3. 350 untuk diukur dan segera di enclave,\" katanya.
Namun, setelah dipelajari, ada alasan penting yang menyebabkan PT Asiatic enggan mengenclave lahan yang dituntut itu. \"Setelah kami pelajari, ternyata bukan mereka tak mau mengukur. Kita udah siap. Ternyata ada rekan SAD lain yang ngaku juga memiliki lahan itu,\" ujarnya.
Ada beberapa warga SAD yang mengklaim juga memiliki lahan seperti kelompok ranah tanah menang,pinang tinggi, padang salak, terawang, datuk sadin dan lainya. Selain itu, muncul juga motif lain bahwa Asiatic keberatan dengan biaya yang dibebankan kepada mereka untuk melakukan pengukuran senilai Rp 300 juta.
Diakuinya, biaya pengukuran itu terlalu tinggi dan BPN memanfaatkan momen. \"Masalah biaya pengukuran sebesar Rp 300 juta sudah sesuai PP 13,\" singkat Anthoni, Kabid pengukuran BPN Kanwil Jambi.
Salah satu orator dalam aksi tersebut menyatakan pihaknya meminta haknya dikembalikan. \"Tanah dan hak warga SAD 113 belum dikembalikan. Sebelum hak itu dikembalikan, kami tidak akan pulang,\" katanya lantang saat berorasi.
Dikatakannya, PT Asiatic Persada tak mengindahkan kesepakatan bersama warga SAD Desa Bungku, Kecamatan Bajubang. Padahal, pihak terkait sudah menyepakati agar tanah adat warga SAD dikembalikan. Dia menyebut, jika PT Asiatic sudah mengangkangi pemerintahan. \"Cabut izin PT Asiatic Persada karena perusahaan tak mengindahkan pemerintah. Pemerintah harus ambil tindakan tegas,\" ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: