Hilal Inflasi Sambut Ramadhan

Hilal Inflasi Sambut Ramadhan

oleh: Suwardi

Waktu terus berputar, beredar sesuai dengan sunnahnya. Tanpa terasa bulan Ramadhan tinggal menghitung jam untuk dapat kita tunaikan bersama. Bagi seorang muslim di bulan penuh dengan berkah dan pelipat gandaan kebaikan ini, makna puasa bukan hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum tetapi mengandung makna tambahan ibadah, kesenangan batin dan spiritual hakiki sebagai manusia menuju penghampaan paripurna kepada Sang Pencipta.

Ramadhan tidak hanya memiliki agenda ritual pribadi semata, lebih dari sekedar ibadah mahdlah tetapi juga ghairumahdlah. Ramadhan menyimpan banyak tabir misteri mengenai keutamaan yang ada di dalamnya. Sehingga banyak kajian ilmu pengetahuan dari syariat hingga hakikat berupaya mengungkap makna yang tersembunyi di balik Ramadhan yang penuh berkah ini.

Bahkan tidak tertinggal juga disiplin ilmu ekonomi menempati ruang diskusi dan debat yang cenderung mengundang banyak ilmuan untuk berbicara tentang Ramadhan yang sudah pasti disandingkan dengan pendekatan teori dan matemtika ekonomi yang dianggap telah mapan dan layak turut serta berbicara mengenai keutamaan Ramadhan terutama gejala ekonomi di bulan Ramadhan.

Secara teori syariat dan makrifat Ramadhan hadir sebagai pengendali dan obat bagi jiwa yang telah lama dihiasi dengan kecenderungan hawa nafsu yang sesaat, konsumsi yang berlebihan, minimnya empati dan simpati terhadap sesama yang selama 11 bulan terdahulu menjadi hal yang biasa dan tidak bisa hilang karena ego yang membabi buta.

Dalam sebuah Hadits riwayat Ibnu Khuzimah Rasulullah pernah ditanya oleh Ali bin Abi Thalib, apa amalan terbaik di bulan Ramadhan, Rasulullah menjawab amal tersebut adalah mengendalikan diri. Jika dalam ilmu psikologi ada dikenal sebuah istilah Deferred gratification yaitu sebuah kemampuan seorang individu dalam proses pengendalian impuls emosi, yang secara ilmiah terbukti mampu memberikan efek positif dalam prestasi dan kesuksesan di masa mendatang bagi individunya, maka puasa adalah berkah yang diturunkan oleh Allah SWT khusus kepada umat pilihan ini, sebagai salah satu kewajiban yang dapat bermanfaat dalam proses menajamkan kemampuan Deferred Gratification, dan empati sosial seorang muslim. Artinya adalah melalui Ramadhan kita diajak kembali memasuki kuliah psikologi, kuliah sosiologi dan antropologi dimana semua kajiannya tidak bisa melepaskan diri dari objek social dan lingkungan yang ada di sekitar kita.

Prosesi pengendalian yang diungkapkan lewat puasa ini mewakili bentuk penguasaan ego sebagai usaha mengatasi kesenangan-kesenangan jasmani demi meraih keridhoan dan kecintaan Allah yang penuh berkat, kedekatan kepada-Nya yang didasarkan kepada sifat ikhlas dan kasih saying sehingga tujuan akhir dari nilai taqwa sebagaimana dalam firman-Nya Q.S. 2: 183 tercapai dan teraplikasi dalam kehidupan 11 bulan yang akan datang.

Tentunya berbagai keutamaan-keutamaan Ramadhan menjadi semacam trigger utama untuk mengoptimalkan peluang yang terbuka sangat luas dalam menyeka remah-remah kekhilafan dan dosa di bulan-bulan yang lalu, berbagai aktivitas ibadah selain kewajiban puasa, banyak ditunaikan oleh para muslim demi meraih keberkahan bulan Ramadhan ini. Namun ironisnya persepsi ini juga menjadi semacam fenomena paradoks bagi banyak umat muslim.

Sebab, seolah Ramadhan memberikan warna dan lingkup konsumsi yang berbeda secara nilai ekonomi dibandingkan dengan waktu yang lain di luar Ramadhan. Sehingga Ramadhan menjadi kambing hitam dalam menghalalkan daya konsumsi yang berlebihan dan tanpa ada sekat yang menghalang dan menghadang guna bersikap Qana’ah dalam mengkonsumsi makanan. Peningkatan pola konsumsi masyarakat di bulan ini dapat tercermin dari tren indikasi tingkat inflasi yang tercatat oleh BPS.

 

Prilaku Konsumtif

Konsumsi yang berlebihan sepertinya sudah menjadi rahasia umum masyarakat muslim Indonesia tiap kali Ramadhan tiba dan menghampirinya. Ramadhan menjadi kambing hitam dalam mengkonsumsi secara berlebihan, Ramadhan dianggap bulan yang di dalamnya penuh keberkahan, termasuk berkah dalam konsumsi dan jual beli. Akhirnya perilaku konsumsi yang berlebihan ini dianggap hal yang lumrah dan wajar saja dan telah menjadi tradisi yang membudaya.

Ada beberapa indicator yang menyebabkan pola konsumsi masyarakat muslim kita meningkat dan berlebihan yang kemudian mengakibatkan inflasi menjadi menu ekonomi tahunan selama Ramadhan tiba menghampiri segenap Muslim dunia khususnya Muslim Indonesia. Diantaranya adalah Pertama, sudah menjadi kebiasaan (ritual) masyarakat Indonesia ketika menjelang ramadhan ataupun Lebaran akan saling mengunjungi sanak saudara dengan membawa sesuatu, berupa makanan, sebagai buah tangan yang bisa diberikan ke keluarganya, yang disebut dengan berbagai tradisi daerah masing-masing sanjoan, punjungan dan lain sebagainya.

Kedua, ada kecenderungan selama Ramadhan selalu menampilkan menu makanan yang berbeda dan berlebih dari menu di hari-hari yang biasa menjelang Buka Puasa dan Sahur. Ketiga, ada terbesit perasaan dan merasa kurang afdhol jika puasa tiba tanpa menyandingkan menu yang beragam di meja makan dan dapur keluarga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: