>

Kenaikan BBM Pengaruhi Komoditi Pangan

Kenaikan BBM Pengaruhi Komoditi Pangan

JAMBI- Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) mendorong terjadinya inflasi antara 7,2 hingga 7,8 persen. Namun demikian kenaikan harga BBM ini tidak berpengaruh signifikan terhadap pelaku sektor industri, tetapi sangat berpengaruh terhadap pelaku pertanian. Justru, faktor infrastruktur yang tidak memadai, pungutan ilegal dan kepastian ketersedian energi menjadi problem utama yang dihadapi oleh pelaku distribusi.

Hal ini diketahui dari diskusi lintas sektoral tentang perdagangan antar daerah serta dampak kenaikan harga BBM terhadap harga barang yang dilaksanakan oleh perwakilan BI Jambi di Abadi Suite Hotel kemarin.

Perwakilan Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Tirta Karma Sanjaya mengatakan,  faktor yang mempengaruhi peningkatan inflasi tahun 2013 bersumber dari sejumlah faktor seperti dampak kenaikan BBM, hari besar keagamaan, ketersedian pasokan bahan pangan, dan kelancaran pasokan arus distribusi. Dampak kenaikan BBM terhadap harga beberapa komoditi pangan pokok berkisar 1,5 hingga 5 persen. Sedangkan untuk sandang diperkirakan tidak akan terkjadi kenaikan harga.

 \"Namun dampak dari naiknya BBM perlu diperhatikan masuknya sandang ilegal karena dapat mengganggu keberlangsungan UKM,\" jelasnya.

Pasca kenaikan BBM, ada tiga kelompok komoditi yang terus dipantau. Pertama adalah pangan hasil industri seperti gula pasir, minyak goreng dan beras. Kelompok kedua adalah pangan hasil peternakan seperti daging dan telur, dan kelompok ketiga adalah pangan segar hultikultura. \"Kenaikan signifikan terjadi pada kelompok hultikultura seperti cabai rawit merah sebesar 106,51 persen dan bawang merah 52,35 persen, sedangkan bawang putih turun 2,26 persen,\" paparnya.

Wakil ketua umum Aprindo, Tutum Rahanta, mengatakan, kenaikan harga energi seperti BBM, Gas, dan TDL memicu naiknya sejumlah harga di pasaran terutama biaya distribusi logistik yang diperkirakan mencapai 17 persen dari biaya produksi. Dimana angka tersebut paling tinggi dibandingkan dengan negara Asean, dan hal itu juga berpengaruh terhadap tingkat suku bunga yang tinggi. \"Hal ini akan memperlemah daya saing produk Indonesia baik dipasa dalm negeri maupun ekspor,\" katanya.

Dampak naiknya harga BBM juga berpengaruh pada harga jual produk makanan dan minuman yang naik antara 10 hingga 11 persen, komponen biaya bahan baku rata-rata berkontribusi sebesar 40 hingga 60 persen. Sedangkan pemakaian energi 7,5 hingga 10 persen, dan upah buruh berkisar 10 hingga 15 persen. Kenaikan harga jual produk makanan sebagai dampak dari kenaikan upah buruh dan peningkatan tarif energi, sementara pada kenaikan harga bahan baku menjadikan biaya bahan baku produsen makan dan minuman meningkat.

Sementara itu, kepala kantor perwakilan BI Jambi, Marlison Hakim, menambahkan, terkait dengan suku bunga yang tinggi di Indonesia antara 11 hingga 12 persen lebih tingga 50 persen dari negara lain. Ini dikarenakan penentuan suku bunga di Indonesia ditentukan berdasarkan kebijakan Bank-bank yang ada di Indonesia terkait tingginya margin untuk mencari keuntungan. \"BI cuma memberikan suku bunga acuan,\" katanya.

Industri di Indonesia sangat bergantung pada bank market leader yang memiliki suku bunga yang tinggi, dimana bank market leader ini merupakan bank milik negara. \"Kalau bank milii negara ini mau menurunkan harga, maka yang lain juga pasti turun,\" imbuhanya.

Sekretaris daerah Provinsi Jambi, Ir Syahrasadin yang membuka diskusi BI tersebut mengharapkan hasil dari diskusi dapat memberi kontribusi yang positif pada pembangunan Provinsi Jambi dengan tujuan meningkatkan perekonomian di Jambi. Dan pada kesempatan itu, ia mewacanakan agar diberlakukan pajak pulsa di Jambi, karena memiliki potensi yang besar untuk pemasukan daerah.

(kar)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: