Membangun Manusia Berintegritas & Komunitas Sehat
(Dimulai Dari Pemimpin)
Oleh : Navarin Karim
Menemukan manusia yang berintegritas di era reformasi seolah menjadi barang langka, baik untuk jabatan politik, birokrat, akademisi maupun tokoh-tokoh panutan lainnya. Kasus baru wakil menteri ESDM seorang tamatan lembaga pendidikan yang tidak diragukan lagi di Indonesia, bahkan beliau tercatat sebagai lulusan summa cum laude dan guru besar Perguruan Tinggi, ternyata tak kuat juga menghadapi godaan materi. Berita kompas tanggal 15 Agustus 2013 menyebutkan instruksi bahwa : staf dan bawahannya agar dicekal jika ke luar negeri, karena di duga terkatutkan. Jika setelah melalui proses penyidikan dan pengadilan ternyata terbukti, maka pemeo yang mengatakan bahwa pembusukan (korupsi) berawal dari kepala/pimpinan semakin tak dapat dibantahkan. Dianalogikan seperti pembusukan ikan, jika kepala (insangnya) sudah berwarna merah kehitam-hitaman, maka tidak perlu memeriksa badan dan bagian ekornya busuk atau tidak, karena sudah pasti busuk. Apakah lingkungan di Indonesia ini sudah begitu negatifnya? Emile Durkheim pernah mengemukakan bahwa lingkungan sangat menentukan moral dan produktivitas seseorang. Penulis pernah mensinyalir, terlalu cepatnya Indonesia diperkenalkan dengan kehidupan materialis inilah sebagai causa prima sehingga lingkungan kita jadi negative. Sebaik-baiknya latar belakang jati diri seseorang, kalau sudah lingkungan negative, akhirnya tergerus juga. Ingat filosofi negative kali positive, pasti hasilnya negative. Oleh sebab itu hormatilah tanda negative, artinya jangan dipandang enteng lingkungan negative. Menurut Sosiolog kawakan Iindonesia (Dr. Imam B. Prasojo) ada enam indicator dalam menentukan apakah seseorang memiliki integritas, yaitu terdiri dari : (1) Kejujuran, (2) Adil, (3) Tanggung jawab, (4) Toleran, (5) Rational, (6) Pemberani. Kejujuran merupakan kunci utama dari seorang yang memiliki integritas. Contoh nyata wamen ESDM yang baru ditangkap KPK, penulis yakin indicator dua sampai enam dapat dipenuhinya namun berat untuk memenuhi indicator nomor satu. Jika keenam indicator tersebut dapat dipenuhi maka tercipta penemuan-penemuan baru (originality and innovation), nuansa kejujuran (academic honesty) dan produktivitas, dan buah ujung yang diharapkan adalah happiness (well being) suatu organisasi akan diperoleh.
Pra Syarat Mencegah Korupsi.
Jika dalam suatu komunitas telah berhasil menciptakan dan mendapatkan pemimpin yang memiliki integritas, apakah jaminan selanjutnya mereka akan memiliki karakter yang konsisten ? Masih diperlukan dua syarat lagi yaitu :
Pertama. Interaksi sehat. Ada tiga indicator interaksi sehat yaitu : (1) egaliter/kesejajaran. Untuk menciptakan kesejajaran maka mulailah tidak memperlakukan pemimpin secara ekslusive (istimewa), mengakibatkan seseorang akan tersanjung dan yang lainnya akan berupaya pula secara instant menciptakan kondisi bagaimana ia dapat lebih “dipandang” dan menikmati kesenangan (hedon). (2) Keterlibatan lembaga Keadilan (Equal envolvement), lembaga keadilan tanpa tebang pilih segera memperoses dan menindak mereka-mereka yang melakukan tindakan pembusukan. (3) Openess, setiap orang harus berani mengkritik dan mau menerima kritikan sebagai upaya penyadaran agar tidak terjebak dalam pembusukan.
Kedua. Komunitas Responsive. Ada dua indicator yang harus dipenuhi : (1) Komunitas yang melakukan aksi tanpa kekerasan (Non Represive). Perlu ada pimpinan lembaga atau komunitas yang memulai mempertontonkan gaya hidup sederhana (tidak ekslusive), mungkin gaya Dahlan Iskan dan Jokowi dapat dijadikan representasi. (2). Tidak bebas untuk semua hal (Non Libertarian for all), maksudnya meskipun Negara demokrasi memberi ruang kebebasan bertindak/bersikap, satu hal yang tidak boleh diabaikan adalah kepatutan dan kepantasan. Jika bebas melanggar etika umum dan hukum yang berlaku universal, maka dapat dikatakan tidak pantas/patut. Oleh sebab itu pahamilah nilai-nilai yang berlaku, especially masyarakat Indonesia memahami nilai-nilai agama, Pancasila dan kearifan local.
----------------------------
Penulis adalah Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Nurdin Hamzah, Pengampu Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi dan Ketua Pelanta (NIA. 201307002).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: