Masa Depan Kita Dimana ?
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 6,3 persen mustahil tercapai karena membutuhkan pertumbuhan ekonomi pada semester II/2013 minimal sebesar 6,6 persen, padahal, daya beli masyarakat sudah menurun cukupbesar, investasi masih menurun, pertumbuhan ekspor masih melambat akibat perekonomian global masih dalam pemulihan, multifleirefek kenaikan BBM dan Inflasi musiman Ramadhan, Lebarandan Natal/Tahunbaru, termasuk target pertumbuhan ekonomi tahun 2014 direncanakan pemerintah 6,4 – 6,9 persen sangat sulit dicapai juga. Karena perekonomian dunia masih dalam proses pemulihan.
Potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi di kuartal berikutnya karena inflasi mulai menanjak setelah kenaikan harga BBM 22 Juni, padahal bulan Juli, inflasi sudah mencapai 3,29% secara bulanan. Inflasi akan mengganggu pertumbuhan konsumsi rumah tangga, perlambatan juga bias dipengaruhi semakin lambatnya pertumbuhan kredit perbankan. Kenaikan BI rate 75 bps pada dua bulan terakhir juga diprediksikan menekan laju pertumbuhan mulai kuartal ketiga.
Secara faktual yang terjadi di Indonesia saat ini, hampir 100% sumber bahan pokok kebutuhan rakyat terjadi kelangkaan dan melalui solusi jangka pendek yang menjadi kebijakan pemerintah adalah Import.
Solusi ini dianggap mujarab dalam waktu relative singkat dan akan menjadi persoalan jangka panjang, jika persoalan ini tidak dikaji dan dianalisa untuk kebijakan jangka panjang, sehingga perlu diperhatikan apa yang disamnpaikan oleh Prof. Dr. Emil Salim pada tanggal 15 April 2008 di Istana IsenMulang, Palangka Raya (Kalteng) “Masa depan kita ada dimana?”, selanjutnya beliau sendiri yang menjawab bahwa “masa depan kita ada di hutan, dengan segala isinya, flora (hewan), fauna (tumbuhan), jasa lingkungan (air, udara, ekowisata), gudangnya ilmu pengetahuan dan sebagainya……!”, dipertegas oleh beliau menekan kan akan arti pentingnya kelestarian dan kelangsungan berbagai fungsi dan manfaat hutan untuk generasi kini dan masa mendatang (Kalimantan Post, 30-06-09 11:10).
Pernyataan Emil Salim tersebut sejalan dengan penjelasan Duta Besar PBB untuk Millenium Development Goals (MDGs) Asia Pasifik, Erna Witoelarmenyatakan perusakan lingkungan menyebabkan masyarakat semakin miskin karena rusaknya sumberdaya potensial.
”Angka kemiskinan akan terus naik seiring dengan kerusakan lingkungan,” Berdasarkan hasil evaluasi program MDGs di Asia Pasifik, tahun 2006 Indonesia dinilai mengalami penurunan pencapaian target MDGs. “Penurunannya sangat parah,” kata dia dalam diskusi “Pemenuhan dan Pemulihan Keadilan Ekologis,”. Penyebab utamanya adalah bencana alam akibat kerusakan ekologis dan konflik politik. Mundurnya pencapaian pembangunan itu, kata dia, menyebabkan masyarakat semakin miskin, akses pada sarana pendidikan dan kesehatan minim dan lingkungan yang semakinrusak.
Sehingga revitalisasi sector pangan, tidak bias lepas dari bagaimana kita mengoptimalkan fungsi penyangga kehidupan (penyanggaekonomi) dari sebuah kawasan Konservasi dan atau kawasan Lindung, karena kawasan ini secara ekonomi memiliki nilai ekonomi langsung dannilai ekonomi yang tidak langsung sebagai penyanggaekonomi masyarakat yang sangat besar.
Apabila revitalisasi sector pangan mengabaikan peran dan fungsi penyangga kehidupan, tentunya target pencapaian pertumbuhan ekonomi akan mengalami hambatan, bahkan mungkin turun, karena factor penyangga akan sangat berpengaruhatas keberlangsungan dan keberlanjutan peningkatan “kemakmuranrakyat”.
(Penulis adalah Conservationist, Dosen STIE-SAK.)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: