Kriminologi Sisca Yofie

Kriminologi Sisca Yofie

Oleh Sony Gusti Anasta

BULAN  Ramadan seharusnya menjadi bulan rahmat bagi sekalian manusia, baik yang berwatak malaikat, maupun bersifat bagai setan sekalipun. Bulan Ramadan mampu memberikan energi positif bagi yang baik, untuk terus meningkatkan kebaikannya, dan menyadarkan yang jahat dari sifat buruknya.

Namun, semua itu tidak berarti bagi dua orang yang telah berkontribusi terhadap kematian Sisca Yofie. Beberapa minggu terakhir kita dikejutkan oleh pemberitaan nasional yang menyiarkan bahwa telah terjadi pembunuhan sadis terhadap seorang perempuan cantik yang berfrofesi sebagai manager disebuah perusahaan lassing tersebut.

Cara pembunuhan yang tidak biasa dan dapat dikatakan sangat kejam tersebut telah menyulut rasa empati masyarakat untuk mengetahui dan membantu terhadap penyelesaian kasus tersebut. Tak heran banyak pendapat dan kesimpulan-kesimpulan awal yang beredar, baik itu dari masyarakat, pendapat ahli, sampai kepada keterangan pihak kepolisian itu sendiri.

Yang menjadi masalah utama dari perbincangan tersebut adalah sama, yaitu motif pembunuhan. Motif pembunuhan menjadi sangat sentral karena hal tersebut sangat mempengaruhi penyidik dalam menemukan kebenaran materiil. Sejauh ini saya melihat dari kacamata hukum pidana ada dua sudut dimana seharusnya penegak hukum melihatnya.

Yang pertama adalah, kasus ini tergolong kasus pencurian dengan kekerasan yang berakibat kematian, sebagaimana yang diatur dalam pasal 365 ayat (3) KUHP dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun penjara. Dan hal ini senada dengan pengakuan tersangka.

Yang kedua adalah peristiwa ini adalah kasus bertajuk pembunuhan berencana sebagaimana yang diatur dalam pasal 340 KUHP dengan ancaman pidana mati atau pidana seumur hidup.

Motif yang terakhir merupakan refleksi dari kecurigaan masyarakat terhadap pelaku, bahwasanya yang bersangkutan merupakan pembunuh bayaran. Spekulasi ini muncul karena ditemukannya bukti bahwa sebelumnya korban pernah menjalin hubungan asmara dengan Kompol Albertus Eko Budi, padahal pada saat itu Kompol Albertus telah memiliki seorang istri. Dan besar kemungkinan istri maupun Kompol Albertus Eko Budi menyimpan rasa dendam. Hal ini semakin diperkuat oleh adanya  anomali pengakuan tersangka yang menyimpang dari logika.

Misalnya pada saat korban mencekik leher salah satu tersangka. Dan untuk melepaskannya tersangka melakukan berbagai cara, termasuk dengan mengayunkan golok kebelakang, sehingga melukai kepala bagian belakang korban. Yang menjadi pertanyaan, pada kondisi seperti apa seorang Sisca Yofie yang berbadan mungil mampu mencekik dan bertahan memegang bahu tersangka untuk kurun jarak puluhan meter dengan banyak luka bacok di  kepala bagian belakang. Atau jangn-jangan tangan korban sengaja dipegang oleh tersangka, agar yang bersangkutan lebih mudah untuk menghabisi korban?

Dan kemudian setelah diotopsi terdapat luka bacok dibagian dahi korban. Padahal selama bergantung di leher tersangka, kepala korban selau menghadap kebawah. Darimana asal luka bacokan tersebut?

Setelah itu menurut pengakuan kedua orang tersangka, rambut korban tersangkut di gear sepeda motor, hingga menyeret korban beberapa meter. Fakta menyebutkan bahwa sepeda motor tersebut berjalan dengan kecepatan kurang lebih 50 Km/ jam. Berarti saat pegangan tangan korban terlepas dan korban jatuh ke tanah, dengan kecepatan sepeda motor seperti itu seharusnya motor berada kurang lebih 3-4 meter didepan korban jatuh.

Dan menurut saya, bagaimanapun akhirnya rambut korban tersangkut dan terlipat di gear sepeda motor tersangka. Tipis kemungkinan korban akan terseret. Satu satunya hal mungkin terjadi adalah sepeda motornya akan mandat.

Namun terlepas dari segala spekulasi yang muncul, sesungguhnya yang berhak menentukan adalah hakim dalam sidang di pengadilan. Pengadilan sebagai badan  bebas, independen, dan berada diluar cabang kekuasaan eksekutif harus terbuka dan kooperatif terhadap masyarakat luas.

Kemudian Jaksa Penuntut Umum, harus benar-benar cerdas dan membuka mata terhadap berbagai dimensi yang mungkin dapat terjadi. Tidak hanya mempertimbangkan kepentingan masyarakat, akan tetapi juga harus mempertimbangkan pengakuan tersangka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: