Menerka Musuh Polisi

Menerka Musuh Polisi

Oleh : Suwardi

Anggota  Polri kembali meregang nyawa terkena peluru yang ditembakkan orang tak dikenal. Belum diketahui motif pelaku penembakan terhadap anggota Korps Baju Cokelat tersebut. Apakah balas dendam, aksi terorisme, atau sekedar kelompok yang tidak bertanggungjawab dan mengalihkan isu politik pemerintahan. Apapun komentar dan argumentasinya, yang pasti  sebagai sosok pengayom dan pelindung masyarakat, polisi justru belum menangkap satu pun penembaknya. Sementara hingga kini sudah ada lima anggota Polisi yang tertembak mati oleh orang tidak dikenal.

Penembakan terhadap angota Polisi, yang mengakibatkan hilangnya nayawa dimulai pada 27 Juli, anggota Satlantas Polres Metro Jakarta Pusat bernama Patah Sektyono ditembak di Cireundeu Raya, Ciputat, Tangerang Selatan. Sepekan kemudian pada 7 Agustus 2013, anggota Satuan Binmas Polsek Cilandak Polres Metro Jakarta Selatan Aiptu Dwiyatna juga ditembak di Gang Mandor Jalan Otista Raya Ciputat, Tangerang Selatan.

Kemudian berlanjut sehari menjelang peringatan HUT RI Ke – 69 tahun (baca : 16 agustus 2013), anggota Satuan Babinkamtibmas Aiptu Kus Hendratmo dan anggota Satuan reserse Polsek Pondok Aren Tangerang Selatan Bripka Ahmad Maulana ditembak. Penembakan terhadap keduanya terjadi di Jalan Graha Indah Pondok Aren Tangerang Selatan.

Terakhir pada 10 September 2013, anggota Provost Direktorat Polisi Air dan Udara Baharkam Polri, Bripka Sukardi ditembak di depan Gedung KPK Jalan Rasuna Said, Setia Budi, Jakarta yang sedang melaksanakan side job. Juga meninggal di tempat kejadian setelah ditembak oleh pelaku.

Serangkaian teror penembakan polisi yang berujung terhadap tewasnya anggota Polisi tersebut tentunya menjadi mimpi buruk dan pukulan yang sangat telak bagi mereka (baca : POLRI), sebab, selaku pengayom masyarakat, seharusnya mereka menjadi ujung tombak perlindungan dan penjagaan terhadap keamanan masyarakat luas, justru mereka yang menerima teror  penembakan dan pembunuhan menakutkan ini.

 

Pembunuhan Senyap

Meminjam istilah peribahasa yang digunakan oleh anggota Kompolnas Adrianus Meilala, yakni ada pembunuhan senyap. Menurutnya, ada pengalihan target. Lebih lanjut dirinya menjelaskan, polisi sudah menjadi incaran para pelaku teror. Sebab si peneror tak mampu menyerang elite-elite politik atau petinggi negara karena selalu dilindungi. oleh karena itulah mereka menyasar pelindungnya.

Hemat penulis, terlepas benar salah analisa yang diajukan oleh anggota Akompolnas tersebut, yang jelas, anggota Polisi dan atau aparat keamanan lainnya tidak lagi menjadi momok yang menakutkan untuk melakukan aksi teror dan tindak pidana kejahatan. Polisi, layaknya anggota masyarakat biasa yang bisa diancam, diteror juga dibunuh oleh mereka yang memiliki tujuan tertentu terhadap keamanan NKRI.

Lalu siapakah pelaku dan pembunuh berdarah dingin tersebut ? yang telah menumbangkan satu per satu anggota korps Bhayangkara ? Apakah elite politisi negeri ini yang terus mempertontonkan kemunafikan sehingga mereka menebar teror kepada aparatur keamanan ?  atau bandar narkoba yang lalu lintas bisnis haramnya selalu diganggu oleh Polisi ? atau teroris yang ingin membalas dendam atas kematian saudar jihadnya di tangan Densus 88 antiteror ? akan banyak pertanyaan yang akan muncul ke permukaan jika kita terus menduga motif penembakan dan siapa pelakunya tersebut.

Dalam hal ini, penulis tidak berupaya memberikan kesimpulan awal, terhadap oknum yang layak menerima tuduhan, siapa pihak yang bertanggungjawab terhadap penembakan yang berujung meninggalnya aparat kepolisian saat bertugas. Kesemua itu kita serahkan kepada Korps Baju Cokelat untuk menemukan pelakunya dan menyeret ke Pengadilan. Yang jelas, tindakan penembakan tersebut merupakan bagian dari teror yang bisa mengganggu stabilitas keamanan negara.

Sementara itu, menurut pengamat dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Bambang Widodo Umar, maraknya insiden penembakan polisi yang terjadi sejak Juli lalu sudah sangat meresahkan dan perlu diberlakukan darurat kepolisian. Pendapat Bambang Widodo Umar ini sangat beralasan. Mengingat pada era Orde Baru tidak pernah ditemukan kasus penembakan terhadap aparat kepolisian yang sedang bertugas di Jalan, baik sedang melakukan pengamanan bersama maupun side job.

Oleh karena itu, dibutuhkan tindakan yang cepat untuk menangani kasus penembakan terhadap aparat kepolisian agar tidak terjadi lagi kasus penembakan serupa. Jika tidak, keadaan itu sama halnya saja dengan meneror masyarakat banyak, mengancam keamanan nasional. Dan bahkan kedaulatan NKRI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: