Kehilangan Kesaktian Pancasila

Kehilangan Kesaktian Pancasila

Oleh: Mhd. Zaki, S. Sos., M. H.*

Setiap tanggal 1 Oktober, bangsa ini memperingati hari Kesaktian Pancasila. Kesepakatan ini dilatarbelakangi oleh peristiwa sejarah yang memilukan bagi bangsa ini, yakni pemberontakan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau yang biasa dikenal dengan sebutan G 30 S/PKI.

Mengingat peristiwa itu pastilah semua kita sebagai warga negara merasakan rasa yang berkecamuk di batin kita. Bagaimana tidak pemberontakan ini, telah membuat bangsa ini harus kehilangan putra terbaik bangsa. Begitu memilukan memang. Tujuh jenderal Angkatan Darat (AD) menjadi korban dari penyiksaan yang dilakukan secara biadab oleh para pemberontak yang ingin ‘merusak’ ideologi bangsa ini.

Sejarah kelam bangsa ini rupanya terselip kepentingan bangsa asing. Seperti diketahui Indonesia berada di antara dua kekuatan besar dunia yang saling tarik menarik kepentingan, yakni Sosialis dan Kapitalis. Masing-masing negara dari dua kekuatan besar ini punya hasrat besar untuk menguasai dunia (adikuasa/adidaya). Secara sosial maupun politik salah satu kekuatan besar tersebut yakni kaum sosialis berhasil masuk dengan memanfaatkan celah-celah yang ada pada waktu itu. Salah satu dari celah itu adalah ego sentris dari masing-masing tokoh yang tergoda dengan tawaran kekuasaan turut menambah panasnya konstelasi politik pada waktu itu.

Arti Penting Kesaktian Pancasila  

Pancasila dianggap sakti karena dalam lima butir sila-sila itu sudah terkandung nilai luhur cerminan dari  karakter, watak, budaya dan komitmen kita sebagai bangsa. Dalam nilai-nilai Pancasila terkandung nilai ketuhanan, yang mengajarkan kita untuk percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan saling menghargai setiap perbedaan yang ada. Kita juga diajarkan untuk menghormati hak-hak asasi manusia, diajarkan untuk senantiasa bagaimana memelihara persatuan dan kesatuan, menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara secara adil, merata serta bijaksana bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Dikuatkan lagi dengan pembuktian sejarah bahwa dalam perjalanan terbentuknya bangsa ini nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sila-sila Pancasila telah mampu mempersatukan rakyat Indonesia menjadi bangsa yang besar dengan ideologi yang bisa diterima sebagai bentuk dari kristalisasi nilai-nilai luhur yang hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Pancasila telah mampu menangkis berbagai ancaman, baik ancaman dari dalam maupun ancaman dari luar, termasuk pemberontakan G 30 S/PKI.  

Dengan keseluruhan nilai-nilai sakti dari Pancasila itu sudah selayaknya kita bangga dan sekuat tenaga ikut menjaga kelestariannya agar jangan sampai ternoda atau dinodai oleh kepentingan-kepentingan pihak lain yang akan merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pancasila Kehilangan Kesaktian

Berbeda dengan masa perjuangan menghadapi penjajah maupun ketika menghadapi gejolak pemberontakan G 30 S/PKI, hari ini kita bisa lihat bagaimana nilai-nilai luhur dari Pancasila seperti sengaja dilupakan dan diabaikan. Sebagian besar masyarakat kita kehilangan cara bagaimana menjalankan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila itu secara bijak. Bahkan sudah ada yang tidak tahu sama sekali dengan nilai-nilai itu.

Ini bisa dibuktikan dengan melihat bagaimana masyarakat memaknai dan menjalankan sila-sila Pancasila. Pertama, Nilai Kebebasan Berketuhanan. Nilai kebebasan berketuhanan yang kita sepakati sebagai nilai luhur, yakni memberikan kebebasan kepada saudara-saudara kita untuk berbeda dalam berkeyakinan kenyataan di lapangan mendapat perlakuan yang sesungguhnya bertentangan dengan nilai-nilai luhur yang kita sepakati bersama.

Kedua, Nilai-nilai Kemanusiaan. Acap kali nilai-nilai kemanusiaan ini dilanggar dengan berbagai motif dan modus. Dengan motif ekonomi seorang orang tua rela menjual anak kandungnya sendiri yang nota bene adalah darah dagingnya dengan harga yang tidak seberapa. Kemudian ada pula anak yang dengan tega membunuh orang tua kandungnya karena persoalan sepele. Lalu dimana nilai manusianya?

Ketiga, Nilai Persatuan. Sejatinya bangsa ini merapatkan barisan, menyamakan langkah dalam mengejar ketertinggalan. Bukan sebaliknya, ribut antar sesama. Saling serang antar kelompok. Jelas hal seperti ini menandakan sebuah kemunduran.

Keempat, Nilai Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan mengandung makna bahwa negara harus mengutamakan kepentingan rakyat. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah haruslah memihak kepada hajat hidup rakyat banyak, bukan atas dasar kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Begitu juga dengan para wakil rakyat yang duduk di parlemen. Sebagai wakil rakyat mereka harus menyuarakan dan memperjuangkan aspirasi dari konstituennya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: