Didakwa Bersalah, Labora Sitorus Tak Tahu

Didakwa Bersalah, Labora Sitorus Tak Tahu

SORONG- Seperti yang dijadwalkan, sidang perdana dengan terdakwa Aiptu Labora Sitorus (LS) Kamis kemarin (3/10) di Pengadilan Negeri (PN) Sorong berlangsung lancar.  Dalam persidangan yang dipimpin  Ketua Majelis Hakim, Marthinus Bala, SH dan didampingi  hakim  anggota Maria M.Sitanggang, SH MH dan Irianto Tiranda, SH, terdakwa Aiptu LS didampingi tim kuasa hukum  Jhonson Panjaitan,  Luciana Lovinda, serta turut mendampingi dari kuasa Mabes Polri, Dr Sigit  dan Simorangkir, SH.

   Dalam persidangan perdana yang berlangsung sekitar dua jam- dimulai sekitar pukul 10.30 WIT dan berakhir 12.30 WIT,  Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang terdiri dari Dwi Hartanta, SH MH (Kasi Pidum  Kejaksaan Tinggi Papua ),  dan Rhein Singal, SH (Kajari Sorong), Syahrul Anwar, SH (Kasi Pidum Kejari Sorong) membacakan lembar dakwannya secara bergantian.

 Dimana pada dakwaan primer dibacakan oleh Dwi Hartanta, SH MH dan dakwaan subsider hingga selesai dibacakan oleh JPU Syahrul Anwar, SH.

  Sebelumnya, majelis hakim memeriksa identitas terdakwa Aiptu LS dan pengacaranya dan berlangsung lancar. Saat ditanya ketua majelis hakim apakah dalam kondisi sehat, LS menjawab kalau dirinya sebenarnya kurang sehat namun tetap siap untuk disidangkan.

  Dengan disaksikan ratusan pengunjung  termasuk istri terdakwa Aiptu LS, dalam pembacaan dakwaan terungkap kalau Aiptu LS yang hadir dengan  kemeja lengan panjang batik warna coklat bermotif didakwa pasal berlapis, dimana dalam kegiatan operasinya dengan bendera PT Rotua, Aiptu LS  didakwa pasal ilegal logging, ilegal  minyak dan gas bumi (Migas) dan  Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

  Pada pasal kasatu primair, terdakwa LS dijerat pasal 78 ayat (5) Jo pasal 50 ayat (3) Huruf  (f) Undang-Undang (UU)  Nomor 41 Tahun 1999, sebagaimana yang telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang perubahan atas UU Nomor 41  Tahun 1999 tentang Kehutanan Jo Pasal 55 ayat (1)  ke-1 KUHP.

 Pada pasal subsidair, terdakwa LS dijerat pasal 78 ayat (5) Jo Pasal 50 ayat (3) huruf (h) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.

 Yang kedua bahwa terdakwa LS juga dijerat pasal 53 Huruf (b) UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

 Sedangkan yang ketiga, JPU juga menjerat terdakwa LS dengan pasal 3 ayat (1) Huruf c UU Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidan Pencucian Uang.

Yang keempat, terdakwa LS dijerat pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

  Pada awal persidangan, saat JPU Dwi Hartanta membacakan lembar dakwaan, pengunjung sidang sulit menyimak isi dakwaan karena mikerophon (mike) yang disiapkan oleh pihak Pengadilan tidak berfungsi.

  Secara garis besar, dalam dakwaan primer, JPU menguraikan  panjang lebar tentang usaha kayu yang dikelola oleh terdakwa dengan bendera PT Rotua, dimana dari ribuan kubik kayu log yang dihasilkan akhirnya bermuara pada adanya dugaan pembalakan liar (ilegal logging).

  Setelah mengupas tentang ilegal logging, JPU juga menguraikan tentang usaha bahan bakar minyak (BBM) jenis solar yang dikelola terdakwa LS. Dan pada akhirnya dari perusahaan berbendera PT Seno Adi Widjaya, tim penyidik Polda menemukan adanya dugaan penimbunan BBM sekitar 1000 ton atau 1 juta liter solar.

 Jika selama ini terdakwa Aiptu LS yang anggota Polres Raja Ampat itu disebut-sebut memiliki rekening gendut hingga Rp 1,5 trilun. Namun ternyata dalam dakwaan pasal pencucian uang tidak terungkap adanya uang LS senilai Rp 1,5 triliun, melainkan  yang disebut-sebut jaksa hanya bernilai miliaran rupiah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: