Upacara Hari Pahlawan di Negeri Penjajah

Upacara Hari Pahlawan di Negeri Penjajah

Catatan Perjalanan Guru Favorit Jambi Ekspres ke Eropa (3)

Memasuki hari Senin, hari kedua di Belanda, kegiatan resmi para Guru Favorit Jambi Ekspres 2013 mulai padat. Tekanan pun mulai muncul. Semua kami harus tepat waktu!. Semua harus meninggalkan kebiasaan lama selama di Indonesia. Sekarang, semua dikerjakan lebih awal agar sesuai seperti jadwal.


DONA PISCESIKA - Den Haag

Lelah ternyata tak menjamin bisa tidur panjang di Belanda. Menginap di Hotel Ibis Amsterdam, jadwal tidur mulai terganggu. Hampir semua Guru Favorit Jambi Ekspres mengaku, pada malam pertama yang seharusnya bisa istirahat, malah terbangun sekitar pukul 02:00 tengah malam. Menurut Faiz, Leader kami, ini akan berlangsung hingga tiga atau empat hari ke depan, mengapa? Karena perubahan pola tidur yang cukup signifikan akibat perbedaan waktu antara Indonesia dan Eropa sangat jauh yaitu enam jam.
Satu lagi, sekitar jam 2:00 malam itu pula, biasanya telp akan krang kring tiada henti, di Eropa semua sedang tidur, di Indonesia pukul 08:00 Pagi, aktivitas sedang padat-padatnya. Al hasil, pagi ini, semua bangun seperti orang mau bersiap sahur, ngobrol dengan teman sekamar lalu akhirnya tidak tidur hingga pagi harinya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 06:00 pagi, cuaca Amsterdam sepertinya masih belum bersahabat, masih hujan dan dingin, 4 derajat celcius dan masih sangat gelap. Tapi semua harus menyelesaikan segala sesuatunya, jam 7 pagi, kami sudah harus sarapan karena jam 8 sudah ditunggu Marshall untuk berangkat ke Den Haag menemui KBRI Den Haag.
Agak menarik, jam kerja di Eropa harus benar-benar sesuai kontrak. Misalnya Marshall, driver kami, ia hanya akan bekerja pada pukul 08:00 Pagi sampai    pukul 20:00 Malam, jika waktu berlebih, maka ia akan dikenakan denda oleh pihak perusahaan. Jika di Jambi, mall tutup hingga pukul 10:00 malam, maka di eropa aktivitas bisnis seperti retail atau perkantoran biasanya tutup sekitar pukul 5 atau 6 sore. Upah kerja minimum yang terlalu tinggi, sekitar 1000 Euro atau 15 Jutaan per bulan, membuat aktivitas bisnis yang berkaitan dengan tenaga kerja manusia, harus di tekan. Tidak ada tukang parkir di Belanda, semua harus bayar sendiri di mesin yang disediakan. Jika di Indonesia, bertani masih menggunakan tenaga upah manusia, di Eropa, semua sudah menggunakan tenaga mesin. Itu sebabnya, rata-rata petani di sana mengerjakan lahannya sendiri bersama keluarga, tidak memanfaatkan jasa buruh tani luar, lahan di bajak dengan mesin, benih ditanami dengan mesin, panen pun dengan mesin.

Pukul 09:00 Pagi, akhirnya rombongan sampai juga ke KBRI Den Haag tepatnya di Tobias Asserlaan The Hague, posisinya berada di komplek gedung kedutaan negara lain. Tak Jauh dari KBRI, ada kantor kedutaan Jepang, Kedutaan Amerika, kedutaan Emirat dan lainnya. Sangat tidak mirip kantor kedutaan asing di Jakarta, di Den Haag, tidak banyak Polisi yang jaga, tidak ada pula gulungan kawat pengaman di depan kantornya. Biasa-biasa saja dan hanya ada satu pos jaga .
Datang ke KBRI Den Haag, mulai terasa suasana tanah air. Di Pos Penjagaan, ada satu petugas tegap berkulit hitam, saya rasa itu orang Indonesia Bagian Timur bukan orang Afrika. Ia menyapa dengan Bahasa Indonesia yang sedikit kaku. Selesai laporan, menunggu sekitar tiga menit kami akhirnya disambut oleh Rina, beliau yang selama ini selalu membalas email kami, terkait dengan rencana kegiatan di Belanda dan juga melalui beliau, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI memberikan kami rekomendasi sekolah yang akan menjadi pusat belajar nantinya para Guru Favorit Jambi Ekspres 2013.
Rina, berwajah Indonesia tapi laku nya sudah mirip orang Belanda, jalannya cepat, bicaranya lugas dan juga terlihat sangat sibuk ketika menyambut kehadiran kami. \"Oke, selamat datang di Den Haag, hari ini KBRI melakukan upacara Hari Pahlawan, jadi kami menunggu bapak dan ibu untuk bergabung,\" ujar Rina. Tentu saja semua kaget, ini akan menjadi pengalaman luar biasa, upacara Hari Pahlawan di tanah penjajah. Semua pun bergegas, menggantungkan jaket lalu menuju ruang upacara. Semua staf kedutaan dan para anggota dhama wanitanya sudah berbaris rapi. Kami pun mengambil posisi. 
Ada rasa haru, jujur, ini adalah upacara pertama saya sejak 15 tahun terakhir, tak sanggup rasanya menahan air mata, di negara penjajah itu, kami tengah mendoakan jasa para pahlawan perjuangan bangsa. Saya juga mengintip raut haru di wajah para Guru Favorit, rasanya, ini akan menjadi pengalaman luar biasa bagi kami semua. Upacara berlangsung khidmat, cuaca luar ruangan yang sangat dingin, membuat pihak KBRI menyulap ruang pertemuan menjadi lapangan upacara. Inspektur Upacara adalah perwakilan Dubes yang ketika itu sedang di luar kota, sementara semua petugas upacaranya adalah staf KBRI Den Haag.
Usai upacara, kami pun langsung disambut oleh Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Den Haag Bambang Hari Wibisono. Rombongan mulai diberikan penjelasan tentang bagaimana sistem pendidikan dan juga kondisi pelajar Indonesia di Belanda. (***)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: