Mensandera Masa Depan LKMS di Jambi

Mensandera Masa Depan LKMS di Jambi

Oleh : Rafidah A. Haris, SE, ME.I

PERKEMBANGAN ekonomi syariah di Indonesia dalam satu dekade terakhir ini berkembang pesat dan semakin menarik untuk menjadi lahan kajian akademik baik secara teoritik maupun empirik. Pasca  krisis keuangan ‘98, dan berulang pada satu dekade kemudian tepatnya 2008 bank-bank umum berbasis sistem syariah mulai tumbuh. Kini, ada kurang lebih sekitar 10 bank umum syariah di Indonesia. Belum lagi, ditambah dengan puluhan bank perkreditan (baca : Bank Pembiayaan Syariah) di berbagai wilayah. Menariknya lagi, pertumbuhan perbankan syariah diikuti juga diikuti dengan geliat pengembangan ekonomi mikro berbasis syariah yang ditopang oleh keberadaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (selanjutnya baca : LKMS).

Keberadaan LKMS ini pun menjadi lahan menarik untuk dilakukan pengamatan dan penelitian yang menunjang akademik dan sebagai kontribusi keilmuan terhadap pertumbuhan dan pengembangan serta pembangunan ekonomi dan keuangan mikro berbasis syariah khususnya di Jambi. Dalam hal ini banyak mahasiswa/i dan peserta didik yang bertanya kepada penulis seberapa penting LKMS tumbuh dan dikembangkan di Jambi ? melalui tulisan singkat ini penulis akan mengurai pertanyaan tersebut dengan pendekatan argumentasi akademik dan temuan lapangan.

 

Jambi dalam Perspektif Budaya

Jambi, sebagai bagian wilayah yang terdapat di Pulau Sumatera dengan ragam suku, ras dan etnik telah menempatkan posisi Jambi sebagai pustaka dan laboratorium mini kajian keilmuan yang kompleks. Betapa tidak, dengan berbagai latar suku dan ras yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia, Jambi telah pernah memainkan peranan penting dalam bentangan sejarah kerajaan masa lampau (baca : Kerajaan Sriwijaya) dan penyebaran Islam Melayu.

Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri begitu saja. Namun, penulis tidak sedang membahas peranan strategis Jambi dalam bentang sejarah politik masa lalu dalam konteks kekinian. Akan tetapi lebih kepada Islam dan Melayu sebagai satu kesatuan di negeri Sulthan Thaha Syaifuddin ini.

Sebagaimana kita mafhumi bersama, jika masyarakat Melayu adalah masyarakat yang hidup dengan prinsip gotong royong, kekeluargaan dan kebersamaan. Spirit itu semua telah menjadi falsafah dan ideologi  masyarakat Melayu ketimuran. Meski ditengah gempuran gelombang modernitas budaya asing dan globalisasi hemat penulis masyarakat Jambi masih keukeh dengan pola pikir gotong royong, semangat kekeluargaan dan kebersamaan yang tak lekang dimakan oleh waktu.

Lihat saja keragaman etnis, dan budaya serta suku dan agama yang terdapat di Kab/Kota dalam Propinsi Jambi yang masih hidup dengan mengendalikan perekonomian di sektor perkebunan (baca : sawit, karet, kelapa) dan sejenisnya. Masyarakat tersebut, masih menerapkan prinsip paruhan, pertigaan (baca : setiap daerah dengan penamaan yang berbeda) dan nama-nama yang lazim diberikan untuk memberi warna jika usaha penggarapan perkebunan tersebut adalah bagi dua dan atau bagi tiga yang dalam bahasa fikih keuangan adalah akad Mudharabah dan atau Musyarakah. Sebuah prinsip gotong royong dan kekeluargaan dalam menjalankan roda ekonomi secara tradisional.

Budaya gotong royong – paruhan, pertigaan dan seterusnya inilah sejatinya menjadi ruh dalam prinsip penerapan sistem keuangan syariah dalam konteks modern yang melembaga sekelas LKMS (baca : BMT, Koperasi Syariah). Hemat penulis, sebuah perangkat software keuangan syariah yang sudah menjiwa dari segenap lapisan masyarakat Jambi.  

Apabila kita berbicara LKMS yang menjadi ruh dan ideologinya adalah sebuah prinsip yang saling menguntungkan dan berkeadilan yakni prinsip bagi hasil (baca : mudharbah dan musyarakah) yang berorientasi kepada kebersamaan, kekeluargaan dan gotong royong. Keselarasan jiwa masyarakat Melayu Jambi dengan ideologi LKMS inilah hemat penulis merupakan keselarasan dan keserasian sistem dan penerapan prinsip serta ideologi yang sejatinya menjadi causalitas LKMS mesti dikembangkan dan bersentuhan dengan masyarakat di Jambi.

 

Muslim sebagai Populasi Mayoritas

 Jambi dengan berdasar pada data BPS 2010 jumlah penduduk Jambi adalah 3.088.618 jiwa dengan komposisi penduduk muslim adalah sebesar  90% merupakan potensi yang sangat besar dalam mengembangkan LKMS di Jambi. Sebab, dasar keberadaan LKMS adalah berawal dari kritik ulama muslim dunia yang menentang prinsip bunga karena tidak selarasa dengan ajaran al – Quran (baca : Q.S al. Baqarah : 275) yang mengharamkan riba bunga dan menghalalkan jual beli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: