KPK Panggil JK Untuk Kasus Century

KPK Panggil JK Untuk Kasus Century

               JAKARTA - Mantan Wapres Jusuf Kalla akan dimintai keterangan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini (21/11). Pemanggilan tokoh yang akrab disapa JK itu terkait dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

                Jubir KPK Johan Budi S.P mengatakan, pemeriksaan terhadap JK dilakukan karena penyidik butuh keterangan darinya. Dia yakin, pemeriksaan ketua umumm PMI itu akan membuat kasus Bank Century makin terang. \"Benar, besok JK akan diperiksa karena keahliannya. Tentang apa materinya, saya tidak tahu,\" ujar Johan di gedung KPK kemarin.

                Kemungkinan besar, JK akan menjadi saksi ahli. Artinya, tidak berkaitan langsung dengan perkara yang menjerat mantan Deputi Bank Indonesia (BI) Budi Mulya itu. Namun, saat disinggung kenapa JK yang menjadi saksi, Johan menjawab hanya penyidik yang tahu.

                Kalau memang menjadi saksi ahli, Johan mengatakan saksi tersebut tidak selalu terkait dengan titelnya. Bisa jadi, JK dimintai keterangan karena memiliki pengetahuan terkait kebijakan Bank Century. Apakah karena JK pernah menolak pemberian blanket guarantee Bank Century\" Johan tidak menjawabnya. \"Yang jelas, seorang saksi diperiksa karena dianggap pernah mengetahui, pernah melihat, pernah mendengar atau keahliannya,\" terang Johan.

      JK sendiri saat memberikan keterangan di Jogjakarta mengatakan siap memenuhi undangan penyidik. Termasuk, menyampaikan apa yang dia ketahui tentang skandal bailout  Bank Century.

      Untuk menyelesaikan berkas Budi Mulya, KPK memang mulai memanggil para saksi ahli. Kemarin, pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy juga dimintai keterangan. Dia mengaku ditanya seputar FPJP, sampai dicairkannya FPJP dengan merubah peraturan Bank Indonesia (PBI). \"Sampai dikatakan berdampak sistemik dan ujungnya penyertaan modal sementara bailoutnya,\" katanya.

      Dia juga menyebut kalau penguasa yang tidak disebut namanya memberi kekhususan pada Bank Century. Salah satu tolak ukurnya adalah perubahan PBI dari 8 persen ke 0,8 persen.

      Disamping itu, BI juga sejatinya tahu bahwa Bank Century merupakan bank gagal. Alasannya, sudah masuk status pengawasan khusus. Pengawas sudah mengetahui neraca harian bank dan CAR (rasio kecukupan modal). Nah, kalau pengawas tahu CAR-nya, maka disebutnya tahu juga apakah bank itu layak diberi FPJP atau tidak.

      Soal bagaimana FPJP bisa diberikan, Ichsanuddin menyebut bukan keputusan Budi Mulya. Sebab, keputusan ada di rapat Dewan Gubernur BI. Dia juga menyebut kuncinya bukan di Menkeu Sri Mulyani, tetapi bagaimana BI menentukan dia sebagai bank gagal berdampak sistemik. \"Kalau rapat dewan gubernur mekanismenya, berarti bukan tanggung jawab Budi Mulya,\" tuturnya.

      Sementara, Budi Mulya kemarin diperiksa sebagai tersangka oleh penyidik KPK. Kuasa hukumnya, Luhut Pangaribuan mengatakan pemeriksaan sudah mulai masuk pada substansi perkara. Versinya, salah satu pertanyaan penyidik adalah soal penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

      Pertanyaan penyidik menurutnya tidak ada yang menyangkut peran Wapres Boediono. Sebab, masih seputar siapa saja yang ikut di rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). \"Yang ada tentu Gubernur BI waktu itu, Boediono. Menurut undang-undang, KSSK dihadiri Gubernur BI dan Menkeu,\" jelasnya.

      Dia memang heran ketika para deputi BI menjadi tersangka. Namun tidak bersedia menjawab banyak soal peran pimpinan seperti Boediono. Dia menyebut opini tentang kebijakan BI yang kolektif dan harusnya para petinggi ikut menjadi tersangka masih sebatas analisa dan pejabat.

      \"Memang, putusan bukan pada seorang deputi, tapi ada di rapat dewan gubernur,\" katanya. Apalagi, kliennya tidak membidangi dan menentukan apakah suatu bank dinyatakan berdanmpak sistemik atau bukan. Menurut Budi Mulya, pertanyaan bank gagal itu dibahas di rapat dan disepakati sebagai bank gagal berdampak sistemik.

(dim/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: