Pemekaran Bungo Harga Mati
Tokoh Masyarakat Setuju, DPRD Oke
MUARA BUNGO – Isu pemekaran kabupaten Bungo menjadi Kota Bungo menjadi perbincangan hangat ditengah para pejabat, pengusaha, hingga masyarakat biasa. Pro dan kontra rencana pemekaran ini masih menjadi tanda tanya. Bahkan belum ada alasan logis yang dikeluarkan oleh pemerintah Bungo mengapa menolak rencana pemekaran yang telah berproses 7 tahun lalu itu.
terhadap alasan Pemkab Bungo tidak pernah diikut sertakan dalam pembahasan RUU pemekaran wilayah sudah dimentahkan. Kemudian, kemampuan keuangan daerah juga dimentahkan oleh pihak DPR RI.
Hal ini seperti yang dikutip dari pernyataan mantan Bupati Bungo dua periode, Zulfikar Ahmad (ZA). Menurutnya, setelah dirinya bertemu dengan DPR RI, mengapa Pemkab Bungo tidak pernah diikut sertakan dalam pembahasan RUU pemekaran wilayah, itu memang bukan urusan pemerintah daerah.
\"Untuk membahas RUU tersebut urusan pusat, bukan daerah,\" ujarnya. Kemudian, terkait masalah Pembebasan lahan dan pembangunan perkantoran, permasalahan ini pemerintahan pusat akan membantu untuk membiayai. \"Karena mereka yang menyetujui, mereka yang akan membiayai,\" jelassnya.
\"Sedangkan surat yang bilang salah oleh pemerintah, sudah kita cek, itu benar. Mereka yang salah,\" tegasnya lagi. \"Rencana pemekaran ini sudah dikaji secara mendalam,\" akunya.
Kepada harian ini, Zulfikar Ahmad mengisahkan awal mulanya rencana pemekaran Kabupaten Bungo menjadi Kota Bungo, beberapa tahun yang lalu. Awalnya, dirinya mengundang DPRD Bungo, tokoh masyarakat, mahasiswa dan ibu-ibu untuk berkumpul di Bappeda. Begitu pertemuan segera dimulai, dirinya langsung membicarakan rencana pemekaran. \"Saya tanya dengan mereka, setuju atau tidak dengan pemekaran, sampai tiga kali saya tanya, mereka bilang setuju. Tidak ada yang menolak,\" ujarnya lagi.
Dari hasil rapat itu, timbulah pemikiran untuk melakukan pemekaran. Karena banyak nilai positifnya dari pemekaran itu. Salah satu nilai postifnya adalah, Mendapatkan Dana Alokasi Umum (DU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Kabupaten dan Kota. Kemudian, ZA juga sempat mengundang pihak Kementerian Dalam Negeri ke Bungo untuk melihat kondisi Kabupaten Bungo. \"Mereka bilang pada 2007 lalu, Bungo ini sangat wajar bukan wajar untuk dimekarkan. Itu 2007 lalu,\" akunya. Karena, pembangunan seperti Universitas, Rumah Sakit dan pembangunan lainnya sudah ada.
\"Saya juga minta tolong berikan alasan kepada masyarakat mengapa setuju dan mengapa tidak setuju pemekaran. Jangan seperti Bunglon, ngikut saja. Termasuk Wabup (Sudirman, red) pada waktu itu dan Usman Hasan (Sekda), Mereka juga setuju pada waktu itu,\" jelasnya.
Karena semuanya sudah setuju, dikatakan ZA, dirinya langsung memerintahkan bagian Aset untuk inventarisir aset. “Pada waktu itu, saya tunjukkan, kantor wakil bupati sampai ke belakang yang tidak berisi pada waktu itu, yang sudah ditunggu BKD dan DPPKAD saat ini, diberikan ke kota,” ujarnya. Hanya saja, ZA tidak menyebut secara rinci aset yang diberikan ke kota dan kabupaten pada saat diwawancarai harian ini.
Setelah semuanya sdah setuju, baik itu tokoh masyarakat, mahasiswa, dan DPRD Bungo, kemudian keluarlah keputusan DPRD dan Bupati Bungo.
“Adanya keputusan itu kita kirimkan ke Jambi, minta kepada pak gubernur untuk membahas. Pak gubernur langsung kirim ke DPRD Provinsi, DPRD Provinsi sudah dua kali melakukan pembahasan,” ceritanya. “Satupun tidak ada yang menolak. Hanya dari Fraksi PDI mengatakan, mengapa tidak diberikan kepada Fraksi dahulu untuk dibahas,” akunya.
Karena, semua Fraksi sudah setuju, menurut ZA, mengapa untuk dibahas lagi. Akhirnya, PDI juga menyetujui. Setelah semuanya setuju, surat itu langsung dibawa ke Jakarta oleh Gubernur. Kemudian, Konsultan dari Universitas Indonesia melakukan pengkajian. Bahkan, ZA pada waktu itu juga meminta kepada Mantan Rektor STPDN, yang ahli tata negara untuk melakukan pengkajian. \"Penuh kajian. Jangan seenaknya mencabut. proses ini dimulai dari bawah,\" ujarnya.
Akunya, penolakan ini timbul setelah Sudirman jadi bupati. Apabila ditunda, dan ada moratorium Pemkab Bungo rugi besar. Sebelumnya, Asisten I Setda Bungo Tobroni Yusuf ketika dikonfirmasi mengakui memang ada bupati mengirimkan surat kepada Komisi II DPR RI. Namun, dirinya membantah jika surat tersebut merupakan penolakan.
\"Yang ada surat tersebut menerangkan kondisi Kabupaten Bungo yang sebenarnya,\" akunya. Pemerintah tidak ingin dengan adanya pemekaran ini tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pemkab Bungo tidak pernah diikut sertakan dalam pembahasan RUU pemekaran wilayah.
Sebelumnya anggota DPRD Bungo tidak ada yang mau berkomentar terkait rencana pemekaran ini. Karena tindakan bupati membuat kekecewaan mereka, akhirnya pihak DPRD Bungo angkat suara. Ketua DPRD Bungo, Mahilli HM, mengatakan komitmen DPRD Bungo untuk pemekaran tidak pernah berubah. Sikap itu, menurutnya, bertahan sejak pertama kali pemekaran Bungo ini diwacanakan.
\"Kami sudah dari dulu menyetujui pemekaran. Ya tinggal proses saja berjalan lagi. Tidak ada perubahan komitmen DPRD tentang perubahan,\" ujar Mahilli yang ditemui di kantornya, belim lama ini.
Ia mengatakan, dukungan terhadap pemekaran Bungo diputuskan melalui rapat paripurna DPRD. Oleh karena itu, dukungan itu hanya bisa dicabut melalui rapat paripurna pula.
\"Kalau paripurna menyetujui cabut (dukungan, red) berarti tidak setuju. Sejauh ini tidak ada paripurna pencabutan pengesahan pemekaran kota. Ya jalan terus,\" ujarnya lagi.
Hanya saja Mahilli tidak mau berkomentar terkait surat Bupat Bungo ke Komisi II DPR RI yang minta pemekaran Bungo tak direkomendasikan. Mahilli mengatakan belum bisa memberi tanggapan karena belum melihat surat itu. Sehingga ia belum tahu secara detil apa alasan-alasan yang dikemukakan pemkab.
Demikian pula disuarakan Halilintar. Dirinya mendukung sepenuhnya rencana pemekaran itu. Ia menilai untuk masa yang akan datang, pemekaran Bungo akan membawa dampak positif.
Senada Halilintar, Maryani juga berpendapat sama. Satu diantara dua legislator perempuan di DPRD Bungo ini mengatakan proses yang sudah berjalan mesti berlanjut. Maryani memandang saat ini adalah momen yang tepat, karena peluang untuk melakukan itu sangat sulit didapat.
\"Kalau tidak, rugi kita. Kalau tidak sekarang, kedepannya akan sulit nanti. Kalau sudah tertunda akan sangat sulit nantinya,\" ujar Maryani pula.
Komisi I yang membidangi persoalan ini juga sepertinya tak lagi gamang. Ketua Komisi I, Almahfuz, mengatakan proses pemekaran sudah berjalan tujuh tahun. Artinya kini bukan lagi waktu yang tepat bicara soal wacana.
\"Jadi tidak ada cerita lagi. Apapun yang akan terjadi kedepan, kita akan berusaha sesuai kemampuan yang ada di kita, untuk segera mewujudkan pemekaran bisa dilaksanakan,\" ujarnya.
(fth)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: