Tidak Menyangka Ditunjuk Langsung oleh Dahlan

Tidak Menyangka Ditunjuk Langsung oleh Dahlan

 Tyas mulai dari nol. Pengetahuannya di dunia akuntansi sama sekali tak terpakai di bidang tersebut. Dia pun harus tanya sana sini dan banyak membaca buku. \"Sama sekali tidak ada akuntansinya. Ya, kerjanya seperti recruiter. menganalisis CV, track record, rekomendasi, bahkan menelepon orang yang ngasih rekomendasi untuk mengecek,\" ungkapnya.

 Pekerjaan itu dijalani Tyas hampir lima tahun, sambil juga mengasah kemampuan yang dipelajari ketika kuliah. Kementerian BUMN sempat kekurangan staf di teknis. Dia pun ditarik menjadi staf untuk mengalkulasi keuangan BUMN. \"Saya sempat satu tahun dobel pekerjaan,\" tambahnya.

 Karirnya di subdit penyajian informasi baru dimulai saat Dahlan memimpin Kementerian BUMN. Saat itu Tyas masih menempuh pendidikan S-2 akuntansi di Belanda. \"Waktu kembali kan ada perubahan budaya. Kalau dulu rapim hanya dilakukan saat penting. Tapi, Pak Dahlan minta dilakukan setiap minggu. Karena saya pernah melakukan hal serupa, akhirnya saya ditarik ke bagian itu,\" jelasnya.

 Kini Tyas mempersiapkan diri untuk mengemban tugas tersebut. Tidak hanya siap secara teknis, tapi juga mental.  \"Alhamdulillah semua mendukung dan memberi nasihat. Nilai pesannya sama. Jangan rendah diri, tapi jangan juga tinggi hati,\" ujarnya.

 Ada satu pesan yang ampuh membesarkan hati Tyas. Yakni, pesan singkat dari Muhamad Zamkhani, deputi Bidang Usaha Industri Primer Kementerian BUMN. Dalam pesan itu, Tyas diberi tahu bahwa situasi yang dihadapi saat ini serupa dengan yang dialami waktu pertama menjabat pejabat eselon I. Saat itu Zamkhani yang memegang jabatan eselon II ditunjuk Dahlan sebagai deputi. Dengan usia yang cukup muda, dia berhasil memegang amanah tersebut hingga sekarang.

 \"Yang paling mengena itu. Dia bilang, kadang kematangan datang karena dipaksakan. Tapi, ketika kita bisa melewatinya, insya Allah kita bisa melewati yang lebih besar juga,\" tuturnya.

 Tyas sedikit demi sedikit mencari tahu profil perusahaannya. Mulai laporan manajerial hingga posisi perusahaan tersebut di mata regulator dan stakeholder. \"Kalau laporan keuangan itu sudah pasti wajib. Itu kan yang saya pelajari mulai D-3 hingga S-2. Saya paling percaya diri mengenai itu,\" terangnya.

 Dari langkah tersebut, dia menemukan bahwa PT TWC punya tantangan tersendiri. Yakni, banyak dan rumitnya orang yang berkepentingan di perusahaannya. Sebab, aset yang dikelola merupakan warisan budaya. Itu mengundang banyak pihak \"hingga taraf internasional\" untuk mengawasi langkah perusahaannya.

 \"Secara keuangan memang stabil. Karena kan yang dikelola adalah Borobudur. Kasarannya, tidak diapa-apakan juga turis akan datang. Meskipun, tetap harus membuat pengunjung nyaman. Tapi, banyak pihak yang terlibat. Mulai UNESCO, pemerintah pusat, pemerintah daerah, LSM, hingga penyuka sejarah. Inilah tantangannya. Bagaimana merangkul stakeholder dan mem-preserve (melestarikan) aset yang ada,\" ujarnya.

 Berdasar semua data yang diperoleh, Tyas pun sudah ancang-ancang menemukan potensi baru. Menurut dia, potensi Borobudur dan candi lainnya seharusnya bisa dimanfaatkan lebih lanjut. Tidak hanya menjual sebuah monumen, seharusnya Indonesia juga bisa menjual aspek budaya secara utuh dari Jawa Tengah. \"Seperti di Bali. Yang dijual kan bukan hanya pantainya. Tapi, memang masyarakat dan budayanya menarik,\" ungkap dia.

(*/c10/ca)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: