>

Sikap Golkar Masih Mendua

Sikap Golkar Masih Mendua

JAKARTA - Fraksi Partai Golongan Karya menjadi salah satu penolak usul pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Namun, sikap tersebut, tampaknya, masih terbelah. Sebab, internal partai berlambang beringin itu juga mempertimbangkan untuk mendukung pemilihan pada era 1999-2004 tersebut.

Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Nurul Arifin menyatakan, internal Partai Golkar masih mempertimbangkan dua opsi pemilihan, yakni antara pemilihan langsung seperti saat ini dan pemilihan DPRD. Belum pastinya sikap Partai Golkar itu disebabkan banyaknya dinamika yang berkembang di publik terkait dengan pemilihan tersebut.

“Sikap kami belum jelas, bisa pemilihan langsung atau pemilihan melalui perwakilan (DPRD, Red),” ujar Nurul kepada wartawan koran ini, Minggu (15/12).

Satu hal yang kini diamati Partai Golkar, menurut dia, adalah dinamika pemilihan di Komisi II DPR. Sebagian kecil fraksi memang memilih pemilihan perwakilan. Namun, pemilihan langsung juga masih menjadi suara mayoritas, baik di komisi maupun pihak yang terkait langsung. “Kalau mendengar suara kepala daerah, mereka inginnya dipilih rakyat,” ujarnya.

Posisi pemilihan langsung saat ini, ujar Nurul, juga memunculkan dilema. Ada defisit makna pemilihan langsung karena berbagai kasus yang terjadi. Satu hal yang paling mencolok adalah besarnya dana kampanye pilkada, bahkan boleh dibilang tak terbatas. “Namun, hasilnya kadang-kadang tidak sesuai harapan,” ujarnya.

Dia menilai, dalam posisi saat ini, kepastian untuk mengetok pengesahan RUU pilkada sulit diprediksi. Berdasar pengalaman, sejumlah RUU terkait dengan kepala daerah, misalnya RUU keistimewaan Jogjakarta, molor bahkan hingga dua periode keberlangsungan DPR. Nurul memperkirakan, masa pemilu yang semakin dekat juga akan mengganggu konsentrasi penuntasan RUU Pilkada. “Bisa saja ini molor setelah pemilu,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie juga menyatakan, opsi pemilihan kepala daerah memang harus dibuka seluas-luasnya kepada publik. Di satu sisi, ada kebebasan dan hak untuk bisa memilih dan dipilih. Namun, jika melihat banyaknya biaya yang diperlukan, akan lebih baik jika dana itu dirasakan langsung oleh rakyat. “Kalau posisi bupati dan wali kota, kan jelas. Karena itu, kita serahkan saja kepada fraksi,” tegasnya.

(bay/c5/fat) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: